nilah kumpulan kata-kata mutiara dalam film SpongBob…yang begitu menyentuh.
1.”pengetahuan tidak dapat menggantikan persahabatan. Aku (Patrick) lebih suka jadi idiot daripada kehilanganmu (Spongebob)” 2. spongebob: Apa yg biasanya kau lakukan saat aku pergi?
patrick : menunggumu kembali..
3. Saat sponge bob menjadi kaya dan melupakan patrick juga tmn2 spongebob yang kaya pergi dari spongebob, spongebob memohon kepada patrick, dan patrick berkata:
“kalau uang bisa membuatku melupakan sahabat terbaikku, maka aku lebih memilih untuk tidak punya uang sama sekali”
4. Saat patrick di fitnah mencuri jaring ubur2 nya spongebob,patrick berkata:
” Tak apa kawan.. aku mungkin hanya bintang laut yang jelek.. lebih baik aku pergi dari bikini bottom.. ini, ambil saja barang2ku.. tapi aku tak pernah mengambil jaring mu kawan..”
(Patrick dituduh nyolong jaring dan dia sabar aja)
5. Patrick berteriak : “AKU JELEK DAN AKU BANGGA!!!”
6. Kalau kamu memberitahukan rahasia kepada seseorang, maka itu namanya bkn rahasia lagi.
7. pas spongebob mau masuk anggota jelly spotter.. terakhirnya patrick bilang:
“pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat..”
8. waktu itu ortu Patrick mau datang jenguk anaknya. Tapi Patrick takut dikatain bodoh sama ortunya. Demi Patrick, SpongeBob bela2in akting jadi orang bego biar ortu Patrick ga ngatain anaknya bego. Trus Patrick bilang ke SpongeBob:
“TEMAN ADALAH KEKUATAN”
9. waktu patrick dianggap ada keturunan raja terus mulai ngambil barang2 milik orang lain, terus dia berkata:
“hidup itu memang tidak adil, jadi biasakanlah dirimu”…
10. waktu sponge bob mau les nyetir buat dapetin sim..
“seharusnya kau belajar berjalan dulu nak, baru lah kau bisa berlari..”
11. waktu episode yg si spongebob nyari spatula baru, terus dia dapet spatula yg emas (klo ga salah), tapi si spatula emasnya ga nurut sama si spongebob akhirnya dia balik pk spatula nya yg lama.si spongebob ngomong:
“Ternyata semua yg berkilau itu belum tentu emas”
Selasa, 07 Juni 2011
Sabtu, 26 Februari 2011
TEORI BELAJAR
Belajar menurut pandangan Skiner adalah perubahan tingkah laku dalam peluang atau kemungkinan terjadinya respon. Sedangkan menurut Gagne belajar merupakan proses kognitif yang mengubah orang dari satu keadaan ke keadaan lain yang menghasilkan satu kapabilitas atau lebih. Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan dalam diri seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak tidak terampil menjadi terampil, dari tidak berminat menjadi tertarik, dan sebagainya.
Gagne menyatakan perubahan tingkah laku tersebut hendaknya bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan fisik. Menurut Lindgren perubahan tingkah laku hendaknya disebabkan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Selanjutnya Bel Gredler menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai proses memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, dan sikap.
Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Bell Gradler, Gagne menyebutnya sebagai keanekaragaman dalam belajar. Keaneka-ragaman tersebut dapat digolongkan dalam lima ragam belajar, yaitu: 1). Informasi verbal, 2). Ketrampilan intelektual, 3). Ketrampilan motorik, 4). Sikap, dan 5). Siasat kognitif. Kelima ragam belajar tersebut dalam kegiatan pembelajaran harus dipelajari dengan cara yang berlainan pula.
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.
Menurut Slameto, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Skinner yang di kutip oleh Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya yang berjudul Belajar dan pembelajaran, bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui proses tingkah laku.
R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikan dua definisi belajar, yaitu:
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
M. Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya. Jika di dalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar.
Sumber Buku Bacaan :
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara,2005), h. 1.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h. 2.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta,1999), h. 9.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 13.
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Jakarta:PT Refika Aditama, 2007), h. 5.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 1996), h. 84.
Robert M. Gagne, Leslie J. Briggs, Walter W. Wagner, Principples of Instructional
Design (Orlando, Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, 1992),
Gagne menyatakan perubahan tingkah laku tersebut hendaknya bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan fisik. Menurut Lindgren perubahan tingkah laku hendaknya disebabkan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Selanjutnya Bel Gredler menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai proses memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, dan sikap.
Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Bell Gradler, Gagne menyebutnya sebagai keanekaragaman dalam belajar. Keaneka-ragaman tersebut dapat digolongkan dalam lima ragam belajar, yaitu: 1). Informasi verbal, 2). Ketrampilan intelektual, 3). Ketrampilan motorik, 4). Sikap, dan 5). Siasat kognitif. Kelima ragam belajar tersebut dalam kegiatan pembelajaran harus dipelajari dengan cara yang berlainan pula.
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.
Menurut Slameto, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Skinner yang di kutip oleh Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya yang berjudul Belajar dan pembelajaran, bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui proses tingkah laku.
R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikan dua definisi belajar, yaitu:
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
M. Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya. Jika di dalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar.
Sumber Buku Bacaan :
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara,2005), h. 1.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h. 2.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta,1999), h. 9.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 13.
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Jakarta:PT Refika Aditama, 2007), h. 5.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 1996), h. 84.
Robert M. Gagne, Leslie J. Briggs, Walter W. Wagner, Principples of Instructional
Design (Orlando, Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, 1992),
TEORI MOTIVASI
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan atau alasan. Motif merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:80) “Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar”. Sejalan dengan itu, Ratumanan (2002:72) mengatakan bahwa; “Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”. Sedangkan motivasi belajar adalah “Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Tadjab, 1994:102)”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki 3 komponen, yaitu: a) kebutuhan, kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang dimiliki dari apa yang ia harapkan; b) dorongan, merupakan kegiatan mental untuk melakukan suatu.; dan c) tujuan, tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh individu. Seseorang yang mempunyai tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat.
Pengaruh motivasi terhadap seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu mampu membangkitkan motivasi seseorang untuk bertingkat laku. Dengan motivasi yang besar, maka seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih memusatkan pada tujuan dan akan lebih intensif pada proses pengerjaannya. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegaitan belajar dan memberikan arah pada kegiatna belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2005:189). Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sejalan dengan itu pula, Suryabrata (1994:72) juga membagi motivasi menjadi 2 yaitu: a) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar; dan b) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi meskipun tidak mendapat rangsangan dari luar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar pada dasarnya ada dua yaitu: motivasi yang datang sendiri dan motivasi yang ada karena adanya rangsangan dari luar. Kedua bentuk motivasi belajar ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Setiap motivasi itu bertalian erat hubungan dengan tujuan atau suatu cita-cita, maka makin tinggi harga suatu tujuan itu, maka makin kuat motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Purwanto (1996:70) mengatakan bahwa fungsi motivasi ada 3 yaitu: a) motivasi itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motivasi ini berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi kepada seseorang untuk melakukan sesuatu; b) motivasi itu menentukan arah perbuatan ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita, dalam hal ini motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, sehingga makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh; dan c) motivasi itu menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan mana yang dilakuan dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan mengenyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.
Dalam kajian teori motivasi ada yang dikenal dengan teori kebutuhan. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow yang mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena didasari adanya kebutuhan dalam dirinya, yang terbagi menjadi 5 (lima) kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup atau juga disebut kebutuhan pokok yang terdiri dari kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal; (2) kebutuhan rasa aman yang meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja dan jaminan hari tua; (3) kebutuhan sosial yang berupa kebutuhan-kebutuhan seseorang untuk diterima dalam kelompok tertentu yang menyenangkan bagi dirinya; (4) kebutuhan penghargaan seperti halnya kabutuhan bagi seorang pegawai yang bekerja dengan baik tentu ingin mendapat penghargaan dan pengakuan dari atasan ataupun pujian dari teman kerjanya atas prestasinya dan; (5) kebutuhan aktualisasi diri yang berupa kebutuhan yang muncul dari seseorang dalam proses pengembangan potensi dan kemampuannya untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya (Hasibuan, 2003:104-107).
Siagian (2002:107) mengungkapkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg yang dikenal dengan Hygiene theory. Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah keberhasilan, pengakuan sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan untuk meraih kemajuan dan pertumbuhan. Sedangkan faktor higiene yang menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status dan keamanan. Dalam teori ini ada yang disebut dengan istilah faktor pendorong (motivation faktor). Faktor ini dapat menyebabkan peningkatan kepuasan kerja, namun pengurangan terhadap faktor ini tidak secara otomatis mengakibatkan munculnya ketidakpuasan kerja. Di lain pihak adanya peningkatan faktor yang menimbulkan ketidak puasan cenderung untuk mengurangi ketidakpuasan kerja. Akan tetapi walaupun ada penambahan dalam faktor-faktor ini, ternyata tidak secara otomatis dapat mendorong munculnya kepuasan kerja. Jadi faktor pendorong merupakan faktor yang meningkatkan kerja sedangkan faktor penyehat sebagai pemelihara kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, manusia membutuhkan kebutuhan kesehatan dan selanjutnya setiap individu memiliki peluang untuk mengembangkan dirinya.
Sejalan dengan dua teori ketuhan terdahulu, Alferder mengelompokkan kebutuhan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kebutuhan keberadaan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk bisa tetap bertahan hidup seperti halnya kebutuhan untuk tetap dapat makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya seperti halnya kebutuhan fisiologisnya Maslow; (2) kebutuhan berhubungan yang merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan hidup dan juga lingkungan kerja dan ; (3) kebutuhan berkembang yang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. (Thoha, 2004:233)
Pada sisi lain Mc Clelland (Mangkunegara, 2004:97) menyebutkan juga adanya tiga kebutuhan manusia, yaitu : (1) Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah; (2) Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi atau bergabung dan bercampur dengan orang lain yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa merugikan orang lain dan ; (3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk mimiliki kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencari otoritas dan memiliki pengaruh terhadap orang lain.
Dari teori-teori motivasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan merupakan dasar yang sangat fundamental bagi perilaku seseorang. Karena itu jika kebutuhan seseorang tidak terpenuhi cenderung untuk malas bekerja, sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi maka seseorang akan memiliki gairah kerja bahkan dengan semangat yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan. 2003. Organisasi dan motivasi dasar peningkatan produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto. 1995. Analisis pembelajaran. Jakarta: Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sardiman. 2001. Interaksi & motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Grafindo Persada
Setyadin, Bambang. 2005. Reduksi data melalui analisis faktor eksploratori. Makalah disajikan dalam Lokakarya Penelitian Kuantitatif di Malang. Malang: Pusat Penelitian Universitas Negeri Malang tanggal 8-12 Desember.
Siagian, S.P. 2002. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Thoha. M. 2004. Perilaku organisasi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman penulisan karya ilmiah: skripsi, tesis, disertasi, artikel, makalah, laporan penelitian. Edisi keempat. Malang: BAAK.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:80) “Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar”. Sejalan dengan itu, Ratumanan (2002:72) mengatakan bahwa; “Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”. Sedangkan motivasi belajar adalah “Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Tadjab, 1994:102)”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki 3 komponen, yaitu: a) kebutuhan, kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang dimiliki dari apa yang ia harapkan; b) dorongan, merupakan kegiatan mental untuk melakukan suatu.; dan c) tujuan, tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh individu. Seseorang yang mempunyai tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat.
Pengaruh motivasi terhadap seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu mampu membangkitkan motivasi seseorang untuk bertingkat laku. Dengan motivasi yang besar, maka seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih memusatkan pada tujuan dan akan lebih intensif pada proses pengerjaannya. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegaitan belajar dan memberikan arah pada kegiatna belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2005:189). Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sejalan dengan itu pula, Suryabrata (1994:72) juga membagi motivasi menjadi 2 yaitu: a) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar; dan b) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi meskipun tidak mendapat rangsangan dari luar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar pada dasarnya ada dua yaitu: motivasi yang datang sendiri dan motivasi yang ada karena adanya rangsangan dari luar. Kedua bentuk motivasi belajar ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Setiap motivasi itu bertalian erat hubungan dengan tujuan atau suatu cita-cita, maka makin tinggi harga suatu tujuan itu, maka makin kuat motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Purwanto (1996:70) mengatakan bahwa fungsi motivasi ada 3 yaitu: a) motivasi itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motivasi ini berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi kepada seseorang untuk melakukan sesuatu; b) motivasi itu menentukan arah perbuatan ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita, dalam hal ini motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, sehingga makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh; dan c) motivasi itu menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan mana yang dilakuan dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan mengenyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.
Dalam kajian teori motivasi ada yang dikenal dengan teori kebutuhan. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow yang mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena didasari adanya kebutuhan dalam dirinya, yang terbagi menjadi 5 (lima) kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup atau juga disebut kebutuhan pokok yang terdiri dari kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal; (2) kebutuhan rasa aman yang meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja dan jaminan hari tua; (3) kebutuhan sosial yang berupa kebutuhan-kebutuhan seseorang untuk diterima dalam kelompok tertentu yang menyenangkan bagi dirinya; (4) kebutuhan penghargaan seperti halnya kabutuhan bagi seorang pegawai yang bekerja dengan baik tentu ingin mendapat penghargaan dan pengakuan dari atasan ataupun pujian dari teman kerjanya atas prestasinya dan; (5) kebutuhan aktualisasi diri yang berupa kebutuhan yang muncul dari seseorang dalam proses pengembangan potensi dan kemampuannya untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya (Hasibuan, 2003:104-107).
Siagian (2002:107) mengungkapkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg yang dikenal dengan Hygiene theory. Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah keberhasilan, pengakuan sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan untuk meraih kemajuan dan pertumbuhan. Sedangkan faktor higiene yang menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status dan keamanan. Dalam teori ini ada yang disebut dengan istilah faktor pendorong (motivation faktor). Faktor ini dapat menyebabkan peningkatan kepuasan kerja, namun pengurangan terhadap faktor ini tidak secara otomatis mengakibatkan munculnya ketidakpuasan kerja. Di lain pihak adanya peningkatan faktor yang menimbulkan ketidak puasan cenderung untuk mengurangi ketidakpuasan kerja. Akan tetapi walaupun ada penambahan dalam faktor-faktor ini, ternyata tidak secara otomatis dapat mendorong munculnya kepuasan kerja. Jadi faktor pendorong merupakan faktor yang meningkatkan kerja sedangkan faktor penyehat sebagai pemelihara kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, manusia membutuhkan kebutuhan kesehatan dan selanjutnya setiap individu memiliki peluang untuk mengembangkan dirinya.
Sejalan dengan dua teori ketuhan terdahulu, Alferder mengelompokkan kebutuhan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kebutuhan keberadaan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk bisa tetap bertahan hidup seperti halnya kebutuhan untuk tetap dapat makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya seperti halnya kebutuhan fisiologisnya Maslow; (2) kebutuhan berhubungan yang merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan hidup dan juga lingkungan kerja dan ; (3) kebutuhan berkembang yang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. (Thoha, 2004:233)
Pada sisi lain Mc Clelland (Mangkunegara, 2004:97) menyebutkan juga adanya tiga kebutuhan manusia, yaitu : (1) Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah; (2) Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi atau bergabung dan bercampur dengan orang lain yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa merugikan orang lain dan ; (3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk mimiliki kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencari otoritas dan memiliki pengaruh terhadap orang lain.
Dari teori-teori motivasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan merupakan dasar yang sangat fundamental bagi perilaku seseorang. Karena itu jika kebutuhan seseorang tidak terpenuhi cenderung untuk malas bekerja, sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi maka seseorang akan memiliki gairah kerja bahkan dengan semangat yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan. 2003. Organisasi dan motivasi dasar peningkatan produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto. 1995. Analisis pembelajaran. Jakarta: Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sardiman. 2001. Interaksi & motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Grafindo Persada
Setyadin, Bambang. 2005. Reduksi data melalui analisis faktor eksploratori. Makalah disajikan dalam Lokakarya Penelitian Kuantitatif di Malang. Malang: Pusat Penelitian Universitas Negeri Malang tanggal 8-12 Desember.
Siagian, S.P. 2002. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Thoha. M. 2004. Perilaku organisasi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman penulisan karya ilmiah: skripsi, tesis, disertasi, artikel, makalah, laporan penelitian. Edisi keempat. Malang: BAAK.
Rabu, 26 Januari 2011
SETELAH ADA HADITS SHAHIH, TIDAK BOLEH MENGATAKAN MENGAPA ?
Oleh
Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi
Diriwayatkan dari Utsman bin Umar, ia berkata : "Datang seorang laki-laki kepada Imam Malik untuk bertanya kepadanya tentang suatu masalah, maka Imam Malik berkata kepada laki-laki itu : 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bagini dan begitu', lalu laki-laki itu berkata : 'Bagaimana pendapatmu ?'. Maka Imam Malik menjawab dengan firman Allah.
"Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". [An-Nuur : 63]
Diriwayatkan dari Ibnu Wahb, ia berkata : Imam Malik mengatakan : "Suatu fatwa yang telah difatwakan kepada manusia maka tak satupun manusia boleh mengatakan : "Mengapa engkau berfatwa seperti ini", melainkan cukup bagi mereka saat itu untuk mengetahui riwayat dan mereka rela dengan riwayat (hadits) itu".
Diriwayatkan dari Ishaq bin Isa, ia berkata : Aku mendengar Malik bin Anas mencela perdebatan dalam perkara agama, ia mengatakan : "Setiap kali datang kepada kami seseorang yang lebih pandai berdebat dari pada orang lain, maka kami membantah dengan apa yang dibawa malaikat Jibril 'Alaihis Salam kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam".
Diriwayatkan dari Ibnu Al-Mubarak, ia berkata : "Hendaknya yang engkau jadikan sandaran adalah atsar, dan ambillah dari fikiran apa yang dapat menafsirkan hadits itu untukmu"..
Diriwayatkan dari Yahya bin Dharis, ia berkata : Aku menyaksikan Sufyan ketika datang kepadanya seorang laki-laki, lalu laki-laki itu berkata : "Apa tuntutanmu kepada Abu Hanifah ?" Sufyan berkata : "Memangnya ada apa dengan dia, sesungguhnya aku telah mendengarnya berkata : "Aku berpegang kepada Kitabullah, jika tidak aku temui, maka aku akan berpegang pada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika tidak ada aku temui dalam Kitabullah dan tidak pula dalam Sunnah Rasul, maka aku berpegang pada pendapat para sahabat beliau, aku akan mengambil pendapat di antara mereka yang aku kehendaki dan aku akan meninggalkan pendapat diantara mereka yang aku hendaki. Sedangkan jika perkara itu berakhir pada Ibrahim, Asy-Sya'bi, Ibnu Sirin, Al-Hasan, Atha, Ibnu Al-Musayyab dan beberapa orang lainnya yang berijtihad maka saya akan berijtihad pula sebagaimana mereka berijtihad".
Diriwayatkan dari Ar-Rabi', ia berkata : Pada suatu hari Imam Syafi'i meriwayatkan suatu hadits, maka berkatalah seorang laki-laki kepadanya : "Apakah engkau berpegang pada ini wahai Abu Abdullah?", maka berkata Imam Syafi'i : "Jika diriwayatkan kepadaku suatu hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku tidak berpegang kepadanya, maka aku bersaksi kepada kalian bahwa akalku telah hilang".
Diriwayatkan dari Ar-Rabi', ia berkata : Aku mendengar Imam Syafi'i berkata : "Jika kalian dapatkan dalam kitabku (tulisanku) sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka berpeganglah kalian kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tinggalkanlah apa yang telah aku ucapkan".
Diriwayatkan dari Mujtahid, tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-(Nya)". [An-Nisaa : 59].
Ia berkata : "Kepada Allah artinya adalah kepada Kitabullah, sedangkan kepada Rasul artinya adalah kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Darimi, dari Abu Dzar, ia berkata : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar kita tidak dikalahkan dalam memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar dan agar kita mengajarkan As-Sunnah kepada mausia".
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Pelajarilah As-Sunnah, ilmu fara'idh dan ilmu membaca sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur'an".
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia berkata : "Wahai menusia sekalian hendaklah kalian mempelajari ilmu itu sebelum ilmu itu diangkat, karena dianggkatnya ilmu adalah dengan dimatikannya para ahli ilmu (para ulama). Jauhilah oleh kalian perbuatan baru (bid'ah), dan hendaklah kalian berpegang pada yang lama (As-Sunnah), karena sesungguhnya pada akhir kehidupan umat ini akan ada golongan-golongan manusia yang mana mereka menduga bahwa mereka menyeru kepada Kitabullah tetapi sebenarnya mereka telah meninggalkan Kitabullah di belakang punggung mereka". [Hadist Riwayat Darimi]
[Disalin dari buku Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah, edisi Indonesia KUNCI SURGA Menjadikan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Sebagai Hujjah oleh Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi terbitan Darul Haq, hal. 108-111 penerjemah Amir Hamzah Fachruddin]
Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi
Diriwayatkan dari Utsman bin Umar, ia berkata : "Datang seorang laki-laki kepada Imam Malik untuk bertanya kepadanya tentang suatu masalah, maka Imam Malik berkata kepada laki-laki itu : 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bagini dan begitu', lalu laki-laki itu berkata : 'Bagaimana pendapatmu ?'. Maka Imam Malik menjawab dengan firman Allah.
"Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". [An-Nuur : 63]
Diriwayatkan dari Ibnu Wahb, ia berkata : Imam Malik mengatakan : "Suatu fatwa yang telah difatwakan kepada manusia maka tak satupun manusia boleh mengatakan : "Mengapa engkau berfatwa seperti ini", melainkan cukup bagi mereka saat itu untuk mengetahui riwayat dan mereka rela dengan riwayat (hadits) itu".
Diriwayatkan dari Ishaq bin Isa, ia berkata : Aku mendengar Malik bin Anas mencela perdebatan dalam perkara agama, ia mengatakan : "Setiap kali datang kepada kami seseorang yang lebih pandai berdebat dari pada orang lain, maka kami membantah dengan apa yang dibawa malaikat Jibril 'Alaihis Salam kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam".
Diriwayatkan dari Ibnu Al-Mubarak, ia berkata : "Hendaknya yang engkau jadikan sandaran adalah atsar, dan ambillah dari fikiran apa yang dapat menafsirkan hadits itu untukmu"..
Diriwayatkan dari Yahya bin Dharis, ia berkata : Aku menyaksikan Sufyan ketika datang kepadanya seorang laki-laki, lalu laki-laki itu berkata : "Apa tuntutanmu kepada Abu Hanifah ?" Sufyan berkata : "Memangnya ada apa dengan dia, sesungguhnya aku telah mendengarnya berkata : "Aku berpegang kepada Kitabullah, jika tidak aku temui, maka aku akan berpegang pada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika tidak ada aku temui dalam Kitabullah dan tidak pula dalam Sunnah Rasul, maka aku berpegang pada pendapat para sahabat beliau, aku akan mengambil pendapat di antara mereka yang aku kehendaki dan aku akan meninggalkan pendapat diantara mereka yang aku hendaki. Sedangkan jika perkara itu berakhir pada Ibrahim, Asy-Sya'bi, Ibnu Sirin, Al-Hasan, Atha, Ibnu Al-Musayyab dan beberapa orang lainnya yang berijtihad maka saya akan berijtihad pula sebagaimana mereka berijtihad".
Diriwayatkan dari Ar-Rabi', ia berkata : Pada suatu hari Imam Syafi'i meriwayatkan suatu hadits, maka berkatalah seorang laki-laki kepadanya : "Apakah engkau berpegang pada ini wahai Abu Abdullah?", maka berkata Imam Syafi'i : "Jika diriwayatkan kepadaku suatu hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku tidak berpegang kepadanya, maka aku bersaksi kepada kalian bahwa akalku telah hilang".
Diriwayatkan dari Ar-Rabi', ia berkata : Aku mendengar Imam Syafi'i berkata : "Jika kalian dapatkan dalam kitabku (tulisanku) sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka berpeganglah kalian kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tinggalkanlah apa yang telah aku ucapkan".
Diriwayatkan dari Mujtahid, tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-(Nya)". [An-Nisaa : 59].
Ia berkata : "Kepada Allah artinya adalah kepada Kitabullah, sedangkan kepada Rasul artinya adalah kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Darimi, dari Abu Dzar, ia berkata : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar kita tidak dikalahkan dalam memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar dan agar kita mengajarkan As-Sunnah kepada mausia".
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Pelajarilah As-Sunnah, ilmu fara'idh dan ilmu membaca sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur'an".
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia berkata : "Wahai menusia sekalian hendaklah kalian mempelajari ilmu itu sebelum ilmu itu diangkat, karena dianggkatnya ilmu adalah dengan dimatikannya para ahli ilmu (para ulama). Jauhilah oleh kalian perbuatan baru (bid'ah), dan hendaklah kalian berpegang pada yang lama (As-Sunnah), karena sesungguhnya pada akhir kehidupan umat ini akan ada golongan-golongan manusia yang mana mereka menduga bahwa mereka menyeru kepada Kitabullah tetapi sebenarnya mereka telah meninggalkan Kitabullah di belakang punggung mereka". [Hadist Riwayat Darimi]
[Disalin dari buku Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah, edisi Indonesia KUNCI SURGA Menjadikan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Sebagai Hujjah oleh Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi terbitan Darul Haq, hal. 108-111 penerjemah Amir Hamzah Fachruddin]
SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA
Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?
Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,
Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…
Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.
Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.
Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]
Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.
KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.
Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.
“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]
Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.
Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.
Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.
Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.
(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.
Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.
KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.
Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”
Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.
Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?
Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,
Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…
Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.
Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.
Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]
Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.
KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.
Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.
“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]
Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.
Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.
Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.
Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.
(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.
Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.
KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.
Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”
Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.
Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Tidak Boleh Putus Asa Dan Waspada Terhadap Bosan
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dimana sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat.
Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan.
Orang yang terkena penyakit futur ini berada pada tiga golongan, yaitu:
1). Golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya dengan sebab futur, dan golongan ini banyak sekali.
2). Golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi.
3). Golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan ini sangat sedikit. [1]
Futur memiliki banyak dan bermacam-macam sebab. Apabila seorang muslim selamat dari sebagiannya, maka sedikit sekali kemungkinan selamat dari yang lainnya. Sebab-sebab ini sebagiannya ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.
Di antara sebab-sebab itu adalah.
1). Hilangnya keikhlasan.
2). Lemahnya ilmu syar’i.
3). Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat.
4). Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5). Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6). Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dan cita-cita duniawi.
7). Melakukan dosa dan maksiyat serta memakan yang haram.
8). Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah).
9). Lemahnya iman.
10). Menyendiri (tidak mau berjama’ah).
11). Lemahnya pendidikan. [2]
Futur adalah penyakit yang sangat ganas, namun tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Dia pun menurunkan obatnya. Akan mengetahuinya orang-orang yang mau mengetahuinya, dan tidak akan mengetahuinya orang-orang yang enggan mengetahuinya.
Di antara obat penyakit futur adalah.
1). Memperbaharui keimanan.
Yaitu dengan mentauhidkan Allah dan memohon kepada-Nya agar ditambah keimanan, serta memperbanyak ibadah, menjaga shalat wajib yang lima waktu dengan berjama’ah, mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib, melakukan shalat Tahajjud dan Witir. Begitu juga dengan bersedekah, silaturahmi, birrul walidain, dan selainnya dari amal-amal ketaatan.
2). Merasa selalu diawasi Allah Ta’ala dan banyak berdzikir kepada-Nya.
3). Ikhlas dan takwa.
4). Mensucikan hati (dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiyat).
5). Menuntut ilmu, tekun menghadiri pelajaran, majelis taklim, muhadharah ilmiyyah, dan daurah-daurah syar’iyyah.
6). Mengatur waktu dan mengintrospeksi diri.
7). Mencari teman yang baik (shalih).
8). Memperbanyak mengingat kematian dan takut terhadap suul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).
9). Sabar dan belajar untuk sabar.
10). Berdo’a dan memohon pertologan Allah. [3]
PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH PUTUS ASA DALAM MENUNTUT ILMU DAN WASPADA TERHADAP BOSAN
Sebab, bosan adalah penyakit yang mematikan, membunuh cita-cita seseorang sebesar sifat bosan yang ada pada dirinya. Setiap kali orang itu menyerah terhadap kebosanan, maka ilmunya akan semakin berkurang. Terkadang sebagian kita berkata dengan tingkah lakunya, bahkan dengan lisannya, “Saya telah pergi ke banyak majelis ilmu, namun saya tidak bisa mengambil manfaat kecuali sedikit.”
Ingatlah wahai saudaraku, kehadiran Anda dalam majelis ilmu cukup membuat Anda mendapatkan pahala. Bagaimana jika Anda mengumpulkan antara pahala dan manfaat? Oleh karena itu, janganlah putus asa. Ketahuilah, ada beberapa orang yang jika saya ceritakan kisah mereka, maka Anda akan terheran-heran. Di antaranya, pengarang kitab Dzail Thabaqaat al-Hanabilah. Ketika menulis biografi, ia menyebutkan banyak cerita unik beberapa orang ketika mereka menuntut ilmu.
‘Abdurrahman bin an-Nafis -salah seorang ulama madzhab Hanbali- dulunya adalah seorang penyanyi. Ia mempunyai suara yang bagus, lalu ia bertaubat dari kemunkaran ini. Ia pun menuntut ilmu dan ia menghafal kitab al-Haraqi, salah satu kitab madzhab Hanbali yang terkenal. Lihatlah bagaimana keadaannya semula. Ketika ia jujur dalam taubatnya, apa yang ia dapatkan?
Demikian pula dengan ‘Abdullah bin Abil Hasan al-Jubba’i. Dahulunya ia seorang Nashrani. Kelurganya juga Nashrani bahkan ayahnya pendeta orang-orang Nashrani sangat mengagungkan mereka. Akhirnya ia masuk Islam, menghafal Al-Qur-an dan menuntut ilmu. Sebagian orang yang sempat melihatnya berkata, “Ia mempunyai pengaruh dan kemuliaan di kota Baghdad.”
Demikian juga dengan Nashiruddin Ahmad bin ‘Abdis Salam. Dahulu ia adalah seorang penyamun (perampok). Ia menceritakan tentang kisah taubatnya dirinya: Suatu hari ketika tengah menghadang orang yang lewat, ia duduk di bawah pohon kurma atau di bawah pagar kurma. Lalu melihat burung berpindah dari pohon kurma dengan teratur. Ia merasa heran lalu memanjat ke salah satu pohon kurma itu. Ia melihat ular yang sudah buta dan burung tersebut melemparkan makanan untuknya. Ia merasa heran dengan apa yang dilihat, lalu ia pun taubat dari dosanya. Kemudian ia menuntut ilmu dan banyak mendengar dari para ulama. Banyak juga dari mereka yang mendengar pelajarannya.
Inilah sosok-sosok yang dahulunya adalah seorang penyamun, penyanyi dan ada pula yang Nashrani. Walau demikian, mereka menjadi pemuka ulama, sosok mereka diacungi jempol dan amal mereka disebut-sebut setelah mereka meninggal.
Jangan putus asa, berusahalah dengan sungguh-sungguh, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Walaupun Anda pada hari ini belum mendapatkan ilmu, maka curahkanlah terus usahamu di hari kedua, ketiga, keempat,.... setahun, dua tahun, dan seterusnya...[4]
Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah dalam kebenaran.
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 22).
[2]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 43-71).
[3]. Ibid (hal. 88-119) dengan diringkas.
[4]. Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 278-279
KEWAJIBAN ITTIBA' KEPADA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam yang mulia ini dibangun di atas dua prinsip.
Pertama : Kita tidak boleh beribadah, melainkan hanya kepada Allah saja dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun.
Allah berirman :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun, dan tidak (pula) sebagian menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [Ali Imran : 64].
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada Ahlul Kitab :
1. Agar mereka kembali kepada kalimat yang sama. Di dalam Taurat dan Injil, manusia diperintahkan untuk beribadah hanya kepada Allah saja, tidak kepada yang lain. Inilah kalimat yang sama, yang dibawa dan diserukan oleh seluruh nabi dan rasul yang Allah utus ke muka bumi ini, yaitu mentauhidkan Allah.
2. Kita tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun juga. Para nabi, mulai dari Nuh hingga Muhammad, dari Adam hingga Muhammad, semua mengajarkan kepada tauhid dan melarang dari perbuatan syirik. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu," maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah, bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. [an Nahl : 36].
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan tidak Kami utus kepada kalian seorang rasul, kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah yang wajib diibadahi dengan benar kecuali hanya Aku, maka sembahlah Aku. [al Anbiyaa’: 25].
3. Tidak boleh pula, sebagian menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Islam”. Dalam ayat yang lain disebutkan :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah", dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [al Isra` : 23].
Kedua : Kita tidak boleh beribadah melainkan dengan apa yang telah Allah syariatkan di dalam kitabNya, atau yang telah disyariatkan dalam Sunnah NabiNya yang terpelihara, tidak dengan bid’ah dan tidak dengan hawa nafsu.
Allah berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. [al Hasyr : 7]. [1]
Ayat-ayat al Qur`an yang menjelaskan tentang wajibnya ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangatlah banyak. Menurut Imam Ahmad, ada 33 ayat. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa (XIX/83), bahwa Allah telah mewajibkan taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada sekitar 40 ayat dalam a Qur`an.
Kita perlu membahas masalah ittiba’ karena masalah ini sangat penting, sudah banyak dilalaikan (diabaikan) oleh kaum Muslimin dan juga oleh para da’i. Baik ittiba’ dalam masalah aqidah, syariah (ibadah), akhlaq, dakwah, siyasah syar’iyyah, maupun yang lainnya. Karena dengan ittiba’, Allah menjamin kebahagiaan, kemenangan dan surga. Allah akan menjadikan kebinasaan, kehinaan, kerendahan, kehancuran bagi orang-orang yang tidak ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ayat-ayat mulia dalam al Qur`an al Azhim yang berkenaan dengan ittiba`, di antaranya :
1. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah : "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [ali Imran : 31].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) berkata,”Ayat ini sebagai pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka orang tersebut dusta dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam semua ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.[2]
Karena itu Allah berfirman “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu”. Kalian akan mendapatkan apa yang kalian minta, dari kecintaan kalian kepadaNya, yaitu kecintaan Allah kepada kalian, dan ini lebih besar daripada yang pertama, sebagaimana yang diucapkan oleh para ulama. Yang penting adalah, bukan bagaimana kalian mencintai, akan tetapi bagaimana kalian dicintai oleh Allah.
Yang pertama kita mencintai Allah dan yang kedua Allah mencintai kita. Menurut al Hafizh Ibnu Katsir, bahwa Allah mencintai kita itulah yang paling besar, bagaimana supaya kita bisa dicintai oleh Allah. Setiap kita bisa mencintai, namun tidak setiap kita bisa dicintai. Syarat untuk dapat dicintai oleh Allah adalah dengan ittiba` kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam Hasan Basri dan ulama salaf lainnya mengatakan, sebagian manusia mengatakan mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini. Orang-orang munafik mengucapkan cinta kepada Allah dan RasulNya, namun hatinya tidak demikian, karena mereka tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. [Tafsir Ibnu Katsir, I/384, Cet. Daarus Salaam, Th. 1413 H].
Ayat ini mengandung fadhilah (keutamaan) jika kita mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yaitu Allah akan mencintai kita, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kita.
2. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah : “Taatilah Allah dan RasulNya. Jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir’’. [Ali Imran : 32].
Ayat ini mengandung makna, jika seseorang menyalahi perintah RasulNya atau tidak berittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia telah kufur; dan Allah tidak menyukai orang yang memiliki sifat demikian, meskipun dia mengaku dan mendakwahkan kecintaannya kepada Allah, sampai ia mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seluruh jin dan manusia wajib untuk ittiba` kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga seandainya Nabi Musa ditakdirkan hidup pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia pun wajib ittiba’ kepada Nabi Muhammad. Demikian juga dengan Nabi Isa ketika turun ke bumi pada akhir zaman nanti, maka Nabi Isa wajib ittiba` kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Demikian ini menunjukkan, bahwa seluruh manusia wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir,”Dan Rasulullah n diutus untuk seluruh makhlukNya, baik golongan jin dan manusia. Kalau seandainya seluruh nabi dan rasul, bahkan seluruh Ulul ’Azmi dari para rasul, mereka hidup pada zaman Rasulullah n, maka mereka wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengikuti syariat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [Tafsir Ibnu Katsir, I/384].
Sebagaimana yang terjadi pada zaman Umar bin Khaththab, ketika itu beliau Radhiyallahu 'anhu memegang dan membaca lembaran Taurat, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ؟ وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةًً ، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ ، وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى كَانَ حَيّاً مَا وَسِعَهُ إِلاَّأَنْ يَتَّبِعَنِيْ
“Apakah engkau merasa ragu, wahai Umar bin Khaththab? Demi yang diri Muhammad ada di tangan Allah, sungguh aku telah membawa kepada kalian agama ini dalam keadaan putih bersih. Janganlah kalian tanya kepada mereka tentang sesuatu, sebab nanti mereka kabarkan yang benar, namun kalian mendustakan. Atau mereka kabarkan yang bathil, kalian membenarkannya. Demi yang diri Muhammad berada di tanganNya, seandainya Nabi Musa itu hidup, maka tidak boleh bagi dia, melainkan harus mengikuti aku”. [HR Ahmad, III/387; ad Darimi, I/115; dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitabus Sunnah, no. 50, dari sahabat Jabir bin Abdillah. Dan lafazh ini milik Ahmad. Derajat hadits ini hasan, karena memiliki banyak jalur yang saling menguatkan. Lihat Hidayatur Ruwah, I/136 no. 175]
.
Hadits ini memuat kandungan :
• Wajib bagi para nabi untuk ittiba’ kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, seandainya mereka hidup pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
• Jika para nabi saja wajib berittiba’ kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,, maka terlebih lagi bagi kaum muslimin, mereka harus berittiba` kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,.
• Umar yang tidak diragukan keimanannya dan dijamin pasti masuk surga, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetap menegur ketika beliau Radhiyallahu 'anhu memegang kitab Taurat.
• Hendaknya kita lebih mengutamakan untuk mempelajari al Qur`an dan as Sunnah, memahami dan mengamalkannya, siang dan malam. Adapun untuk membantah Ahlul Kitab, cukup dengan al Qur`an, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan para sahabatnya. Bagi mereka yang telah hafal dan memahami al Qur`an dengan benar, maka boleh bagi mereka membantah Ahlul Kitab dengan tujuan untuk mengajak mereka masuk ke dalam agama yang selamat ini, bukan dengan tujuan supaya dikatakan bahwa dia hebat, dapat mengalahkan orang lain, untuk berbangga diri. Namun tujuan kita dibolehkan mendebat mereka, agar mereka mendapatkan hidayah (masuk ke dalam Islam).
Allah berfirman :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan Katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepadaNya berserah diri”. [al Ankabuut:46].
3. Allah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhan-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [an Nisaa’ : 65].
Kandungan ayat :
• Seseorang tidak dikatakan beriman, sehingga mereka menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hakim terhadap apa-apa yang diperselisihkan di antara sesama manusia.
• Diantara ciri-ciri orang yang beriman, mereka tidak merasa keberatan (kesempitan) terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menerima keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lapang dada.
• Orang yang beriman tunduk kepada keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan setunduk-tunduknya.
• Syaikh Abdurrahman Nashir bin as Sa’di menjelaskan, bahwa di sini, tahkim (menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hakim), kedudukannya sama dalam Islam. Menghilangkan kesempitan hati dalam menerima putusan hukum, kedudukannya sama dengan iman. Dan taslim (tunduk) kepada keputusan tersebut, kedudukannya sama dengan ihsan. [Taisir al Kariim ar Rahman fi Tafsir Kalamil Mannaan, hlm. 149, Cet. Mu’assasah ar Risalah, Th. 1417 H]
4. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah (berhati-hati) orang-orang yang menyalahi perintah Rasulullah, takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. [an Nuur : 63].
Al Hafizh Ibnu Katsir menerangkan: “Menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu menyalahi jalan hidup beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, manhaj (cara beragama), sunnah, syariatnya. Maka seluruh perkataan dan seluruh amal, harus ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka akan diterima oleh Allah. Dan apa yang tidak sesuai dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka akan ditolak oleh Allah, siapapun yang melakukan perkataan dan perbuatan itu, serta apapun perkataan dan perbuatan itu. Meskipun dia ulama, atau seorang yang alim, jika perkataan dan perbuatannya menyelisihi perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia wajib ditolak dengan dasar hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.
Hendaknya berhati-hati orang yang menyelisihi syariat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara lahir dan batin. Mereka akan ditimpa fitnah di dalam hatinya, berupa kekufuran, kemunafikkan dan bid’ah, atau ditimpa dengan fitnah di dunia dengan dibunuh, diberi hukuman haad, dipenjara atau yang lainnya.
Yang dimaksud “menyalahi perintah” adalah, menyelisihi sunnah, jalan, manhaj, syariat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Semua perkataan dan perbuatan kita, harus ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang yang tidak berittiba’ kepada Rasulullah n, mengingkarinya dan menolaknya, akan terjatuh pada kekufuran, baik kufur yang besar (akbar) ataupun kufur yang kecil (ashghar), atau kemunafikan, atau bid’ah; dan ini merupakan pengaruh dari perbuatan dosa dan maksiat; maksiat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki pengaruh yang besar terhadap hati manusia, berupa kekufuran, kemunafikan, bid’ah; atau fitnah yang besar di dunia, yaitu berupa ancaman dibunuh, diberi hukuman had ataupun di penjara oleh Ulil Amri. [Tafsir Ibnu Katsir, III/338].
5. Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [al Ahzaab : 21].
Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan,”Ayat yang mulia ini sebagai prinsip yang besar untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik perkataan, perbuatan dan segala keadaan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik berupa aqidah, syariah atau ibadah, akhlaq, dakwah, politik atau yang lainnya. Kita wajib berittiba’, tidak hanya dalam hal ibadah atau akhlaq beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam saja, akan tetapi harus menyeluruh.” [Tafsir Ibnu Katsir, III/522].
6. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. [al Ahzaab: 36].
Ayat ini berlaku umum untuk seluruh kaum Mukminin terhadap setiap urusan mereka. Jika Allah dan RasulNya telah memutuskan suatu ketetapan, maka wajib baginya untuk mendengar dan taat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Iqtidha’ ash Shirathul Mustaqiim (II/373); al Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, halaman 179 dengan sedikit tambahan.
[2]. HR Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718, Abu Dawud no. 4606 dan Ibnu Majah no. 14 dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha
[3]. HR Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718, Abu Dawud no. 4606 dan Ibnu Majah no. 14 dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha
Minggu, 09 Januari 2011
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI DI PROGRAM INKLUSI SD AL FIRDAUS SURAKARTA TAHUN 2008/2009
Oleh:
Achmad Sudibyo
NIM: G000040084
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakikatnya diciptakan dalam keadaan terbaik, termulia,
tersempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Seperti yang Allah
jelaskan dalam surat At Tin ayat empat; akan tetapi disamping itu manusia
juga memiliki hawa nafsu dan perangai atau sifat tabiat yang buruk, misalnya
suka menuruti hawa nafsu, aniaya, membantah dan lain-lain. Sehingga
manusia bisa terjerumus pada lembah kenistaan sehingga menjadi serendah-
rendahnya makhluk.
Mengingat berbagai sifat tersebut, maka diperlukan adanya upaya
untuk menjaga agar manusia tetap pada hakekatnya yang pertama yaitu
manusia dalam sebaik-baik makhluk "ahsanitaqwim", dan tidak terjerumus ke
dalam kehinaan atau ke asfal taqwim seperti yang Allah lukiskan dalam surat
At Tin.
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;
Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. ( Q.S. At Tin, 95: 4-6)
Allah melukiskan pula dalam surat Al 'Ashr ayat 1-3.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. (Al ‘Ashr, 103: 1-3)
Di dalam suatu lembaga pendidikan telah di kenal layanan bimbingan
dan konseling untuk menjaga peserta didik agar mereka senantiasa dalam
kondisi yang baik dan juga untuk membantu perkembangan mereka supaya
optimal.
Menurut (Faqih) bimbingan dan konseling Islami mempunyai fungsi:
1. Fungsi preventif ; yakni membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah bagi peserta didik;
2. Fungsi kuratif atau korektif; yaitu membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya;
3. Fungsi preservative ; yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama;
4. Fungsi developmental atau pengembangan; yaitu membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar
tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya
menjadi sebab munculnya masalah bagi peserta didik (Faqih, 2001: 37).
Bimbingan dan konseling merupakan suatu layanan untuk membantu
para peserta didik agar berkembang optimal. Tanpa bimbingan dan bahkan
tanpa pendidikan formal, sebenarnya para peserta didik tetap berkembang,
tetapi perkembangannya belum optimal. Para peserta didik sering kali
menghadapi sejumlah hambatan, kesulitan atau masalah yang tidak dapat
mereka pecahkan sendiri. Mereka membutuhkan bantuan khusus dalam bentuk
layanan bimbingan dan konseling.
Keterangan: Perbandingan perkembangan peserta didik tanpa pendidikan di
sekolah, dengan pendidikan dan dengan bimbingan (Sukmadinata Nana
Syaodih, 2007: 71).
SD Al Firdaus menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam setiap
pelajaran. Termasuk dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus
(ABK). Pelayanan terhadap ABK tersebut bisa di sebut dengan istilah
bimbingan dan konseling Islami; karena pelayanannya disesuaikan dengan
nilai-nilai Islam. Adapun kategori ABK adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)
Siswa dengan intelegensi normal atau di atas normal yang mengalami
kesenjangan antara potensi intelektual yang mereka miliki dengan
pencapaian hasil belajar. Kesulitan belajar diklasifikasikan menjadi dua
yaitu:
a. Development Learning Disabilities. Kesulitan jenis ini adalah
penyimpangan yang terjadi dalam fungsi-fungsi psikologis dan bahasa.
b. Academic Learning Dissabilities. Kesulitan belajar dalam bidang
akademik merujuk pada suatu keadaan yang menghambat proses belajar
dalam bidang akademik.
2. Lamban Belajar (Slow Learning)
Siswa yang memilki kapasitas intelektual di bawah rata-rata tetapi masih
di atas tunagrahita atau retardasi mental. Mereka memiliki IQ sekitar 80-
90. Siswa tersebut memiliki kecepatan belajar di bawah siswa pada
umumnya.
3. Berbakat Intelektual
Siswa yang memiliki kecerdasan umum (logis matematis), kreatifitas dan
komitmen terhadap tugas cukup tinggi. Mereka akan mendapatkan
program pengayaan dan mengoptimalkan potensinya dengan
menggunakan kurikulum non gradasi di bawah pengawasan gurubesar atau
ahli kependidikan UNS.
Anak-anak yang masuk dalam program inklusi SD Al Firdaus adalah
anak kesulitan belajar, autis, lamban belajar, kesulitan belajar, retardasi mental
dan anak yang mempunyai gangguan pemusatan perhatian. Guru bimbingan
dan konseling mengatagorikan anak yang masuk dalam program inklusi
bekerja sama dengan wali murid dan para wali kelas. Karena wali murid dan
wali kelaslah yang mengetahui persis akan kelebihan dan kekurangan
kemampuan anak. Dalam setiap semester wali kelas mengumpulkan data
tentang kelebihan dan kekurangan apa yang ada pada anak didik. Kemudian
data tersebut diberikan kepada guru BK untuk ditindak lanjuti. Oleh karena
keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh SD Al Firdaus khususnya dalam
bidang BK inilah, penulis tertarik untuk mempelajari lebih jauh bimbingan
dan konseling Islami di SD Al Firdaus Surakarta ini.
B. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dikemukakan untuk menghindari kesalahpahaman
pengertian serta memberi gambaran mengenai ruang lingkup dalam penelitian
ini. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan artinya adalah proses (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2005: 627).
2. Bimbingan
Bimbingan adalah petunjuk cara melakukan sesuatu (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005: 152)
Sedangkan menurut Traxler, … Bimbingan merupakan bantuan
yang memungkinkan tiap individu dapat memahami kemampuan-
kemampuan dan minat-minatnya, mengembangkan diri secara optimal,
menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan, dan akhirnya menjadi
individu utuh dan matang yang mampu membimbing diri sendiri, sebagai
warga yang sesuai dengan harapan masyarakat (Sukmadinata Nana
Syaodih, 2007: 9).
3. Konseling
Konseling adalah pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli
sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri
meningkat dalam memecahkan berbagai masalah (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2005: 588).
Menurut Good (1945: 104), konseling merupakan bantuan yang
bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi,
pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang
berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan
hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali
dengan meminta bantuan para spesialis, narasumber di sekolah dan
masyarakat, menggunakan wawancara pribadi yang diarahkan agar klien
dapat membuat keputusan sendiri”.
4. Islami
Islami adalah bersifat keislaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005: 444). Maksudnya adalah suatu perbuatan yang sejalan dengan ajaran
Islam dan tidak bertentangan dengannya.
5. Program
Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan
dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 897).
6. Inklusi
Menurut David Smit inklusi adalah pendidikan yang menampung
semua siswa dengan berbagai kondisi, baik siswa yang memiliki
kelemahan fisik, intelektual, sosial, emosional, kesulitan berbicara, dan
kondisi lainnya. Pendidikan inklusif juga mewadahi anak cacat, gifted
child, anak jalanan dan pekerja, anak dari daerah terpencil dan nomaden,
anak dari bahasa, etnis dan budaya minoritas, serta anak didik dari daerah
konflik atau bencana dan anak dari daerah atau kelompok yang
termarjinalkan. http://id.shvoong.com/books/1881196-inklusi-sekolah-
ramah-untuk-semua/. Di SD Al Firdaus terdapat program inklusi yaitu
program pusat pelayanan anak berkebutuhan khusus (PUSPA).
7. SD Al Firdaus
SD Al Firdaus adalah lembaga pendidikan tingkat dasar sebagai
kelanjutan dari jenjang pendidikan sebelumnya yaitu taman pendidikan
prasekolah Al Firdaus. SD Al Firdaus ini pengelolaannya di bawah
yayasan lembaga pendidikan Al Firdaus.
Yayasan lembaga pendidikan Al Firdaus adalah lembaga
pendidikan Islam terpadu yang mengembangkan model pendidikan Islam
berwawasan sains dan teknologi, serta kewirausahaan. Jenjang pendidikan
yang dikembangkan terdiri atas Play Group, Taman kanak-kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah (SMP dan SMA) dan nantinya Perguruan
Tinggi.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Al Firdaus yang
menginternalisasikan nilai-nilai emosional, spiritual, akademis dan
kewirausahaan berlandaskan Islamic Core.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu: Bagaimana pelaksanaan BK Islami di Program inklusi
SD Al Firdaus Surakarta ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini
adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan BK Islami di Program Inklusi SD Al
Firdaus Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
Dengan memperhatikan tujuan penelitian tersebut maka dapat
ditentukan manfaat penelitian adalah:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi dunia pendidikan Islam khususnya pada bidang BK
Islami.
2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai bahan
pertimbangan bagi guru BK dalam penanganan klien menuju manusia
yang kamil yang Islami.
b. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai wacana bagi
semua pihak yang berkompeten terhadap BK Pendidikan Islami.
F. Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah penelitian sebelumnya yang dapat penulis
dokumentasikan sebagai kajian pustaka.
Heny Lesiawaty dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Antar
Sikap Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Dengan Prestasi Belajar
Pada Siswa Kelas Akselerasi SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dia
menyimpulkan:
1. Semakin baik atau tinggi sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan
konseling maka akan semakin tinggi prestasi belajar dan sebaliknya
semakin buruk atau rendah sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan
konseling maka akan semakin rendah prestasi belajar siswa.
2. Sumbangan efektif dari variable sikap terhadap layanan bimbingan dan
konseling pada proses belajar sebesar 30.3 %. Hal ini berarti masih ada
variable lain yang mempengaruhi prestasi belajar, misalnya faktor
lingkungan akademik, sarana dan prasarana belajar, faktor keluarga, serta
minat untuk belajar.
Santi Peni Hapsari dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Antara
Persepsi Terhadap Fungsi Bimbingan dan Konseling Dengan Minat
Berkonsultasi Siswa, dia menyimpulkan: Semakin tinggi persepsi terhadap
fungsi bimbingan dan konseling maka semakin tinggi minat berkonsultasi
siswa sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap fungsi bimbingan dan
konseling maka semakin rendah minat berkonsultasi siswa.
Berdasarkan dua skripsi di atas, nampak belum ada yang meneliti tentang
bimbingan dan konseling Islami di SD plus Al Firdaus Surakarta.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian yang
prosedurnya menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1989: 3).
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif, yaitu suatu
metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data tentang fakta-
fakta yang terdapat disuatu obyek tertentu secara menyeluruh dan teliti
sesuai dengan persoalan yang akan dipecahkan (Iqbal Hasan, 2002: 33).
3. Subyek dan tempat penelitian
a. Subyek penelitian ini adalah
Subyek (responden) penelitian ini adalah kepala program inklusi, guru-
guru BK dan anak didik program inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
b. Tempat penelitian
Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu di SD Al
Firdaus Surakarta, yang beralamat di Jl.Yosodipuro 56 Surakarta.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan penyusun untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah:
a. Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistimatik fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno, 1987: 136).
Pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang diteliti ini dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam situasi yang
sebenarnya atau situasi buatan (Marzuki, 1986: 60). Sedangkan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung dalam
situasi yang sebenarnya. Metode observasi digunakan untuk
mengamati letak geografis SD plus Al Firdaus Surakarta, struktur
organisasi dan untuk memperoleh data dari guru BK dan siswa yang
terlibat dalam proses pendidikan BK Islami.
b. Metode interview
Interview atau wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan
tanya-jawab sepihak yang dilakukan dengan sistimatik dan
berlandaskan pada tujuan penelitian (Sutrisno, 1987: 193). Dalam hal
ini penyusun menggunakan jenis interview bebas terpimpin dengan
cara penginterview membawa pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada tujuan penelitian kepada interviewer. Akan tetapi cara pertanyaan
ini disampaikan kepada interviewer suasana atau irama interview
diserahkan kepada kebijaksanaan interviewer (Sutrisno, 1987: 207).
Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data secara umum
di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta, dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbindan dan konseling Islami di
program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Metode ini disampaikan
kepada kepada sekolah, guru BK, wali murid program inklusi.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang
variabelnya berupa catatan-catatan, trankrip, buku-buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan lain-lain (Arikunto,
1992: 200). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa:
letak geografis, jumlah guru, jumlah siswa, struktur organisasi,
fasilitas, sarana prasarana.
5. Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data primer
Data primer penulis peroleh dari hasil wawancara dengan responden
sebagai suatu untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling
Islami di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
b. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder penulis gunakan untuk memperoleh data
yang berkaitan langsung dengan proses pelaksanaan bimbingan dan
konseling Islami di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Adapun
data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Data karyawan dan staf pengajar
2) Jumlah siswa
3) Sarana dan prasarana yang dimiliki
4) Profil SD
5) Struktur organisasi
6) Program pendukung pembelajaran individual
6. Populasi dan sample
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian yang cirri-cirinya
akan diduga (Sutrisno Hadi, 1981: 63). Dalam penelitian ini yang akan
dijadikan populasi adalah kepala program inklusi, seluruh staf pengajar
dan seluruh siswa program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut:
Kepala program inklusi 1 orang
Guru pendamping 11 orang
Siswa program inklusi 11 anak
b. Sampel
Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti. Pedoman
pengambilan sampel yaitu: apabila subyeknya kurang dari seratus,
maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Tetapi apabila subyeknya besar maka dapat
diambil antara 15-20 % atau 20-25 % atau lebih (Arikunto, 993: 104).
Dalam penelitian ini seluruh populasi diteliti, sehingga penelitian ini
merupakan penelitian populasi.
7. Analisis data
Metode analisis data adalah usaha untuk menyeleksi, menyusun dan
mereferensikan data yang telah masuk dengan tujuan agar data tersebut
dapat dimengerti isi dan metodenya (Mohammad Ali, 1982: 120).
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan cara pentahapan
secara berurutan yang terdiri dari tiga alur kegiatan bersamaan yaitu:
pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Pertama, setelah pengumpulan data selesai,
terjadilah reduksi data yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasikan. Kedua, data yang
telah direduksi akan disajikan dalam bentuk narasi maupun matriks.
Ketiga, penarikan kesimpulan dari data yang telah disajikan pada tahap
yang kedua dengan mengambil kesimpulan pada tiap-tiap rumusan.
Metode analisa yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah analisa data yang berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran tentang obyek yang
diteliti melalui sampel sebagaimana adanya tanpa membuat analisis
ataupun kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 1999: 21).
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari lima bab. Secara garis besar sistematika
penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, penegasan
istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penulisan dan sistematika pembahasan.
Bab II landasan teori, bab ini berisi tentang:
1. Definisi bimbingan dan konseling Islami, fungsi bimbingan dan konseling
Islami, faktor-faktor bimbingan dan konseling Islami, tujuan bimbingan
dan konseling Islami, penerapan bimbingan dan konseling Islami.
2. Pengertian program inklusi, faktor-faktor program inklusi, tujuan program
inklusi.
Bab III pelaksanaan bimbingan dan konseling Islami di Program
Inklusi SD Al Firdaus Surakarta, bab ini berisi tentang:
1. Gambaran umum SD Al Firdaus Surakarta, mencakup: letak geografis,
keadaan siswa, keadaan pengajar dan struktur organisasi SD Al Firdaus
Surakarta.
2. Bimbingan dan konseling Islami di Program Inklusi SD Al Firdaus
Surakarta, tujuan bimbingan dan konseling Islami, fungsi bimbingan dan
konseling Islami, faktor-faktor bimbingan dan konseling Islami, hambatan
serta usaha-usaha dan hasil yang dicapai.
Bab IV analisis tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling Islami
di Program Inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
Bab V penutup, mencakup: kesimpulan dan saran.
Achmad Sudibyo
NIM: G000040084
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakikatnya diciptakan dalam keadaan terbaik, termulia,
tersempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Seperti yang Allah
jelaskan dalam surat At Tin ayat empat; akan tetapi disamping itu manusia
juga memiliki hawa nafsu dan perangai atau sifat tabiat yang buruk, misalnya
suka menuruti hawa nafsu, aniaya, membantah dan lain-lain. Sehingga
manusia bisa terjerumus pada lembah kenistaan sehingga menjadi serendah-
rendahnya makhluk.
Mengingat berbagai sifat tersebut, maka diperlukan adanya upaya
untuk menjaga agar manusia tetap pada hakekatnya yang pertama yaitu
manusia dalam sebaik-baik makhluk "ahsanitaqwim", dan tidak terjerumus ke
dalam kehinaan atau ke asfal taqwim seperti yang Allah lukiskan dalam surat
At Tin.
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;
Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. ( Q.S. At Tin, 95: 4-6)
Allah melukiskan pula dalam surat Al 'Ashr ayat 1-3.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. (Al ‘Ashr, 103: 1-3)
Di dalam suatu lembaga pendidikan telah di kenal layanan bimbingan
dan konseling untuk menjaga peserta didik agar mereka senantiasa dalam
kondisi yang baik dan juga untuk membantu perkembangan mereka supaya
optimal.
Menurut (Faqih) bimbingan dan konseling Islami mempunyai fungsi:
1. Fungsi preventif ; yakni membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah bagi peserta didik;
2. Fungsi kuratif atau korektif; yaitu membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya;
3. Fungsi preservative ; yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama;
4. Fungsi developmental atau pengembangan; yaitu membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar
tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya
menjadi sebab munculnya masalah bagi peserta didik (Faqih, 2001: 37).
Bimbingan dan konseling merupakan suatu layanan untuk membantu
para peserta didik agar berkembang optimal. Tanpa bimbingan dan bahkan
tanpa pendidikan formal, sebenarnya para peserta didik tetap berkembang,
tetapi perkembangannya belum optimal. Para peserta didik sering kali
menghadapi sejumlah hambatan, kesulitan atau masalah yang tidak dapat
mereka pecahkan sendiri. Mereka membutuhkan bantuan khusus dalam bentuk
layanan bimbingan dan konseling.
Keterangan: Perbandingan perkembangan peserta didik tanpa pendidikan di
sekolah, dengan pendidikan dan dengan bimbingan (Sukmadinata Nana
Syaodih, 2007: 71).
SD Al Firdaus menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam setiap
pelajaran. Termasuk dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus
(ABK). Pelayanan terhadap ABK tersebut bisa di sebut dengan istilah
bimbingan dan konseling Islami; karena pelayanannya disesuaikan dengan
nilai-nilai Islam. Adapun kategori ABK adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)
Siswa dengan intelegensi normal atau di atas normal yang mengalami
kesenjangan antara potensi intelektual yang mereka miliki dengan
pencapaian hasil belajar. Kesulitan belajar diklasifikasikan menjadi dua
yaitu:
a. Development Learning Disabilities. Kesulitan jenis ini adalah
penyimpangan yang terjadi dalam fungsi-fungsi psikologis dan bahasa.
b. Academic Learning Dissabilities. Kesulitan belajar dalam bidang
akademik merujuk pada suatu keadaan yang menghambat proses belajar
dalam bidang akademik.
2. Lamban Belajar (Slow Learning)
Siswa yang memilki kapasitas intelektual di bawah rata-rata tetapi masih
di atas tunagrahita atau retardasi mental. Mereka memiliki IQ sekitar 80-
90. Siswa tersebut memiliki kecepatan belajar di bawah siswa pada
umumnya.
3. Berbakat Intelektual
Siswa yang memiliki kecerdasan umum (logis matematis), kreatifitas dan
komitmen terhadap tugas cukup tinggi. Mereka akan mendapatkan
program pengayaan dan mengoptimalkan potensinya dengan
menggunakan kurikulum non gradasi di bawah pengawasan gurubesar atau
ahli kependidikan UNS.
Anak-anak yang masuk dalam program inklusi SD Al Firdaus adalah
anak kesulitan belajar, autis, lamban belajar, kesulitan belajar, retardasi mental
dan anak yang mempunyai gangguan pemusatan perhatian. Guru bimbingan
dan konseling mengatagorikan anak yang masuk dalam program inklusi
bekerja sama dengan wali murid dan para wali kelas. Karena wali murid dan
wali kelaslah yang mengetahui persis akan kelebihan dan kekurangan
kemampuan anak. Dalam setiap semester wali kelas mengumpulkan data
tentang kelebihan dan kekurangan apa yang ada pada anak didik. Kemudian
data tersebut diberikan kepada guru BK untuk ditindak lanjuti. Oleh karena
keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh SD Al Firdaus khususnya dalam
bidang BK inilah, penulis tertarik untuk mempelajari lebih jauh bimbingan
dan konseling Islami di SD Al Firdaus Surakarta ini.
B. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dikemukakan untuk menghindari kesalahpahaman
pengertian serta memberi gambaran mengenai ruang lingkup dalam penelitian
ini. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan artinya adalah proses (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2005: 627).
2. Bimbingan
Bimbingan adalah petunjuk cara melakukan sesuatu (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005: 152)
Sedangkan menurut Traxler, … Bimbingan merupakan bantuan
yang memungkinkan tiap individu dapat memahami kemampuan-
kemampuan dan minat-minatnya, mengembangkan diri secara optimal,
menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan, dan akhirnya menjadi
individu utuh dan matang yang mampu membimbing diri sendiri, sebagai
warga yang sesuai dengan harapan masyarakat (Sukmadinata Nana
Syaodih, 2007: 9).
3. Konseling
Konseling adalah pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli
sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri
meningkat dalam memecahkan berbagai masalah (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2005: 588).
Menurut Good (1945: 104), konseling merupakan bantuan yang
bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi,
pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang
berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan
hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali
dengan meminta bantuan para spesialis, narasumber di sekolah dan
masyarakat, menggunakan wawancara pribadi yang diarahkan agar klien
dapat membuat keputusan sendiri”.
4. Islami
Islami adalah bersifat keislaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005: 444). Maksudnya adalah suatu perbuatan yang sejalan dengan ajaran
Islam dan tidak bertentangan dengannya.
5. Program
Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan
dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 897).
6. Inklusi
Menurut David Smit inklusi adalah pendidikan yang menampung
semua siswa dengan berbagai kondisi, baik siswa yang memiliki
kelemahan fisik, intelektual, sosial, emosional, kesulitan berbicara, dan
kondisi lainnya. Pendidikan inklusif juga mewadahi anak cacat, gifted
child, anak jalanan dan pekerja, anak dari daerah terpencil dan nomaden,
anak dari bahasa, etnis dan budaya minoritas, serta anak didik dari daerah
konflik atau bencana dan anak dari daerah atau kelompok yang
termarjinalkan. http://id.shvoong.com/books/1881196-inklusi-sekolah-
ramah-untuk-semua/. Di SD Al Firdaus terdapat program inklusi yaitu
program pusat pelayanan anak berkebutuhan khusus (PUSPA).
7. SD Al Firdaus
SD Al Firdaus adalah lembaga pendidikan tingkat dasar sebagai
kelanjutan dari jenjang pendidikan sebelumnya yaitu taman pendidikan
prasekolah Al Firdaus. SD Al Firdaus ini pengelolaannya di bawah
yayasan lembaga pendidikan Al Firdaus.
Yayasan lembaga pendidikan Al Firdaus adalah lembaga
pendidikan Islam terpadu yang mengembangkan model pendidikan Islam
berwawasan sains dan teknologi, serta kewirausahaan. Jenjang pendidikan
yang dikembangkan terdiri atas Play Group, Taman kanak-kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah (SMP dan SMA) dan nantinya Perguruan
Tinggi.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Al Firdaus yang
menginternalisasikan nilai-nilai emosional, spiritual, akademis dan
kewirausahaan berlandaskan Islamic Core.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu: Bagaimana pelaksanaan BK Islami di Program inklusi
SD Al Firdaus Surakarta ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini
adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan BK Islami di Program Inklusi SD Al
Firdaus Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
Dengan memperhatikan tujuan penelitian tersebut maka dapat
ditentukan manfaat penelitian adalah:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi dunia pendidikan Islam khususnya pada bidang BK
Islami.
2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai bahan
pertimbangan bagi guru BK dalam penanganan klien menuju manusia
yang kamil yang Islami.
b. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai wacana bagi
semua pihak yang berkompeten terhadap BK Pendidikan Islami.
F. Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah penelitian sebelumnya yang dapat penulis
dokumentasikan sebagai kajian pustaka.
Heny Lesiawaty dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Antar
Sikap Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Dengan Prestasi Belajar
Pada Siswa Kelas Akselerasi SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dia
menyimpulkan:
1. Semakin baik atau tinggi sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan
konseling maka akan semakin tinggi prestasi belajar dan sebaliknya
semakin buruk atau rendah sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan
konseling maka akan semakin rendah prestasi belajar siswa.
2. Sumbangan efektif dari variable sikap terhadap layanan bimbingan dan
konseling pada proses belajar sebesar 30.3 %. Hal ini berarti masih ada
variable lain yang mempengaruhi prestasi belajar, misalnya faktor
lingkungan akademik, sarana dan prasarana belajar, faktor keluarga, serta
minat untuk belajar.
Santi Peni Hapsari dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Antara
Persepsi Terhadap Fungsi Bimbingan dan Konseling Dengan Minat
Berkonsultasi Siswa, dia menyimpulkan: Semakin tinggi persepsi terhadap
fungsi bimbingan dan konseling maka semakin tinggi minat berkonsultasi
siswa sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap fungsi bimbingan dan
konseling maka semakin rendah minat berkonsultasi siswa.
Berdasarkan dua skripsi di atas, nampak belum ada yang meneliti tentang
bimbingan dan konseling Islami di SD plus Al Firdaus Surakarta.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian yang
prosedurnya menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1989: 3).
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif, yaitu suatu
metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data tentang fakta-
fakta yang terdapat disuatu obyek tertentu secara menyeluruh dan teliti
sesuai dengan persoalan yang akan dipecahkan (Iqbal Hasan, 2002: 33).
3. Subyek dan tempat penelitian
a. Subyek penelitian ini adalah
Subyek (responden) penelitian ini adalah kepala program inklusi, guru-
guru BK dan anak didik program inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
b. Tempat penelitian
Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu di SD Al
Firdaus Surakarta, yang beralamat di Jl.Yosodipuro 56 Surakarta.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan penyusun untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah:
a. Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistimatik fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno, 1987: 136).
Pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang diteliti ini dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam situasi yang
sebenarnya atau situasi buatan (Marzuki, 1986: 60). Sedangkan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung dalam
situasi yang sebenarnya. Metode observasi digunakan untuk
mengamati letak geografis SD plus Al Firdaus Surakarta, struktur
organisasi dan untuk memperoleh data dari guru BK dan siswa yang
terlibat dalam proses pendidikan BK Islami.
b. Metode interview
Interview atau wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan
tanya-jawab sepihak yang dilakukan dengan sistimatik dan
berlandaskan pada tujuan penelitian (Sutrisno, 1987: 193). Dalam hal
ini penyusun menggunakan jenis interview bebas terpimpin dengan
cara penginterview membawa pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada tujuan penelitian kepada interviewer. Akan tetapi cara pertanyaan
ini disampaikan kepada interviewer suasana atau irama interview
diserahkan kepada kebijaksanaan interviewer (Sutrisno, 1987: 207).
Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data secara umum
di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta, dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbindan dan konseling Islami di
program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Metode ini disampaikan
kepada kepada sekolah, guru BK, wali murid program inklusi.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang
variabelnya berupa catatan-catatan, trankrip, buku-buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan lain-lain (Arikunto,
1992: 200). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa:
letak geografis, jumlah guru, jumlah siswa, struktur organisasi,
fasilitas, sarana prasarana.
5. Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data primer
Data primer penulis peroleh dari hasil wawancara dengan responden
sebagai suatu untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling
Islami di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
b. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder penulis gunakan untuk memperoleh data
yang berkaitan langsung dengan proses pelaksanaan bimbingan dan
konseling Islami di program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Adapun
data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Data karyawan dan staf pengajar
2) Jumlah siswa
3) Sarana dan prasarana yang dimiliki
4) Profil SD
5) Struktur organisasi
6) Program pendukung pembelajaran individual
6. Populasi dan sample
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian yang cirri-cirinya
akan diduga (Sutrisno Hadi, 1981: 63). Dalam penelitian ini yang akan
dijadikan populasi adalah kepala program inklusi, seluruh staf pengajar
dan seluruh siswa program inklusi SD Al Firdaus Surakarta. Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut:
Kepala program inklusi 1 orang
Guru pendamping 11 orang
Siswa program inklusi 11 anak
b. Sampel
Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti. Pedoman
pengambilan sampel yaitu: apabila subyeknya kurang dari seratus,
maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Tetapi apabila subyeknya besar maka dapat
diambil antara 15-20 % atau 20-25 % atau lebih (Arikunto, 993: 104).
Dalam penelitian ini seluruh populasi diteliti, sehingga penelitian ini
merupakan penelitian populasi.
7. Analisis data
Metode analisis data adalah usaha untuk menyeleksi, menyusun dan
mereferensikan data yang telah masuk dengan tujuan agar data tersebut
dapat dimengerti isi dan metodenya (Mohammad Ali, 1982: 120).
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan cara pentahapan
secara berurutan yang terdiri dari tiga alur kegiatan bersamaan yaitu:
pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Pertama, setelah pengumpulan data selesai,
terjadilah reduksi data yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasikan. Kedua, data yang
telah direduksi akan disajikan dalam bentuk narasi maupun matriks.
Ketiga, penarikan kesimpulan dari data yang telah disajikan pada tahap
yang kedua dengan mengambil kesimpulan pada tiap-tiap rumusan.
Metode analisa yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah analisa data yang berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran tentang obyek yang
diteliti melalui sampel sebagaimana adanya tanpa membuat analisis
ataupun kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 1999: 21).
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari lima bab. Secara garis besar sistematika
penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, penegasan
istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penulisan dan sistematika pembahasan.
Bab II landasan teori, bab ini berisi tentang:
1. Definisi bimbingan dan konseling Islami, fungsi bimbingan dan konseling
Islami, faktor-faktor bimbingan dan konseling Islami, tujuan bimbingan
dan konseling Islami, penerapan bimbingan dan konseling Islami.
2. Pengertian program inklusi, faktor-faktor program inklusi, tujuan program
inklusi.
Bab III pelaksanaan bimbingan dan konseling Islami di Program
Inklusi SD Al Firdaus Surakarta, bab ini berisi tentang:
1. Gambaran umum SD Al Firdaus Surakarta, mencakup: letak geografis,
keadaan siswa, keadaan pengajar dan struktur organisasi SD Al Firdaus
Surakarta.
2. Bimbingan dan konseling Islami di Program Inklusi SD Al Firdaus
Surakarta, tujuan bimbingan dan konseling Islami, fungsi bimbingan dan
konseling Islami, faktor-faktor bimbingan dan konseling Islami, hambatan
serta usaha-usaha dan hasil yang dicapai.
Bab IV analisis tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling Islami
di Program Inklusi SD Al Firdaus Surakarta.
Bab V penutup, mencakup: kesimpulan dan saran.
Langganan:
Postingan (Atom)
Arsip
-
▼
2011
(16)
-
►
Januari
(13)
- SETELAH ADA HADITS SHAHIH, TIDAK BOLEH MENGATAKAN ...
- SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA
- Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Tidak Boleh Putus...
- KEWAJIBAN ITTIBA' KEPADA RASULULLAH SHALLALLAHU 'A...
- MY PROFIL
- Radio Rodja
- Klik judul dari daftar arsip pada bagian paling ba...
- PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING ...
-
►
Januari
(13)