Senin, 01 November 2010

:: Kekuatan Supranatural Dalam Tinjauan Syariah
Admin  15 April 2008
1). Bagaimana dengan seorang manusia yang oleh sebagian besar masyarakat telah mengenalnya sebagai seorang Ustadz yang memiliki kekuatan supranatural, yang katanya “kelebihan” ini suda ada tanda-tandanya saat masih bayi. Kelebihannya itu seperti mampu mengobati orang stress dengan cara membantu membukakan “nur”nya, mampu melihat makhluk-makhluk ghaib dan sering bermimpi yang sering pula mimpi ini menjadi kenyataan. Apakah betul manusia seperti ini seakan-akan diberi ilham / hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala pada jaman sekarang?
2). Jika kita khawatir apabila orang sakit jiwa disebabkan oleh sesuatu yang ghaib lantas kita mencoba mengobatinya kepada seseorang yang mempunyai kemampuan supranatural. Apakah dugaan ini boleh dibenarkan dan bagaimana dengan bentuk usahanya ini, apakah diperbolehkan dalam Islam?
3). Saya mohon penjelasan tentang ruh, seperti ruh yang gentayangan yang kadang menampakkan dirinya. Apakah ruh gentayangan ini dapat mengganggu manusia seperti membuatnya jadi sakit, meninggal atau gila? Dan mengapa sampai ruh tersebut gentanyangan di dunia. Juga tentang perbuatan manusia seperti main jelangkung. Apa hukumnya?
(Chairul Rasyid)
JAWAB:
Perlu saudara penanya ketahui bahwa penilaian sebagian besar masyarakat itu tidak bisa dijadikan dasar penilaian bahwa suatu perkara itu benar atau salah. Apalagi dalam perkara yang sesungguhnya adalah perkara ghaib (tidak bisa dicapai kepastiannya oleh akal atau panca indera). Karena pendapat sebagian besar masyarakat itu cenderung salah dan sesat. Hal ini telah diperingatkan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
“Dan kalau kamu mentaati mayoritas / kebanyakan orang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya mereka itu hanya mengikuti dugaan belaka dan mereka itu hanya mengira-ngira.” ( Al-An`am : 116)
Adapun apa yang dikatakan dengan kekuatan supranatural (kekuatan ghaib) yang ada pada seorang Ustadz, apalagi dikatakan bahwa “kelebihan” tampak sejak dia lahir, semua itu perlu kepastian ilmiah dan tidak cukup hanya dengan berita dari keumuman masyarakat. Sedangkan kepastian ilmiah dalam perkar gaib hanya bisa dicapai melalui dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an dan al-hadits. Sedangkan kekuatan gaib itu dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits hanya ada dua macam:
a). Kekuatan gaib dari Allah Ta'ala. Kekuatan ini hanya diberikan kepada para wali-wali Allah atau para kekasih-Nya. Kekuatan yang demikian ini dinamakan karamah. Kekuatan gaib dalam bentuk karamah ini diberikan oleh Allah kepada para kekasih-Nya dalam saat-saat tertentu yang dikehendaki-Nya, bahkan kadang-kadang para wali Allah itu tidak menyadari adanya karamah pada dirinya. Karena memang kekuatan gaib yang muncul dalam bentuk berbagai keanehan di luar rencananya, tetapi semata-semata dalam rencana dan kehendak Allah Ta'ala.
b). Kekuatan gaib dari setan. Kekuatan gaib ini hanya pada orang-orang yang berbuat kemaksiatan, kebid'ahan dan kemusyrikan. Orang-orang yang mempunyai kekuatan demikian, dengan rencana dan keinginannya terus-menerus menampakkan berbagai keanehan itu untuk menipu manusia.
(lihat lebih lanjut uraian lengkap masalah ini dalam kitab Al-Furqan Baina Auliya'ir Rahman wa Auliya'is Syaithan , Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Juga dalam Majmu' Fatawa beliau jilid 11 hal. 156 – 310)
Adapun kemampuan mengobati orang yang stress, ini tidak memerlukan kekuatan batin. Tetapi keahlian dan pengalaman, ketekunan serta kesabaran sebagai kemampuan utama untuk membantu upaya penyembuhan orang yang stress. Sedangkan kesembuhan itu datangnya dari Allah Ta'ala semata. Upaya penyembuhan itu adalah perkara yang diperintahkan oleh agama. Hanya saja upaya penyembuhan itu haruslah dilakukan oleh orang yang telah terbukti mempunyai kemampuan untuk itu. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah yang Maha Agung dan Maha Mulia di mana saja menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obat penawarnya. Oleh karena itu berobatlah kalian.” (HR. Ahmad dalam Musnad nya jilid 3 hal. 156 dari Anas bin Malik radliyallahu `anhu . Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan: “Sanad hadits ini baik.” (Lihat kitab beliau Ghayatul Maram hadits ke 292)
Dalam sabdanya, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk berobat sebagai upaya mendapatkan kesembuhan dari Allah Ta`ala.
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam juga bersabda:
“Apabila amanah telah ditelantarkan, maka tunggu saja datangnya hari kiamat.” Ditanyakan kepada beliau: “Bagaimanakah amanah itu ditelantarkan?” beliau menjawab: “Apabila diserahkannya suatu perkara bukan kepada ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya Kitabul `Ilmi bab kedua, dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu ).
Dalam sabdanya di hadits ini, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memperingatkan bahwa segala sesuatu itu bila diserahkan kepada yang bukan ahlinya, akan menjadi malapetaka bagi umat ini. Termasuk pula dalam perkara pengobatan terhadap orang yang stress atau penyakit lainnya. Dan keahlian untuk mengobati orang sakit itu didapatkan melalui belajar tentangnya, tidaklah melalui kejadian tiba-tiba kemudian menjadi ahli. Sangat dikhawatirkan, keahlian yang demikian ini didapatkan melalui jalan yang tidak syar'i (yakni tidak sesuai dengan tuntunan syari'ah). Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Ilmu itu dicapai hanyalah dengan belajar dan sikap tidak tergesa-gesa dalam segala perkara itu didapatkan dengan berlatih untuk bersikap demikian. Dan barangsiapa selalu mencari kebaikan, dia akan diberi kebaikan. Dan barangsiapa yang selalu menjaga diri dari kejelekan, dia akan dilindungi daripadanya.' (HR. Ibnu Asakir Tarikh nya dan Ad-Daruquthni dalam Al-Afrad nya dari Abu Hurairah dan Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Tarikh nya dari Abi Darda'. Demikianlah dinukil hadits ini dan diterangkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami'ul Kabir ( Jam'ul Jawami' ) jilid 2 hal. 419 hadits ke 6363. Juga dinukil oleh Al-`Allamah Ala'uddin Al-Muttaqi bin Hasanuddin Al-Hindi dalam Kanzul Ummal jilid 10 hal. 239 hadits ke 29266) dalam
Al-Hindi juga membawakan riwayat At-Thabrani dari Muawiyah bin Abi Sufyan dengan lafadh:
“Wahai sekalian manusia, ilmu itu dicapai hanyalah dengan belajar. Dan fiqih (pengertian) itu hanya bisa dicapai dengan belajar fiqih. Dan barangsiapa yang Allah inginkan kebaikannya, Allah jadikan dia mengerti tentang agama-Nya. Dan yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah mereka yang berilmu agama.” ( Kanzul Ummal jilid 10 hal. 239 hadits 29265)
Dari hadits-hadits ini ditegaskan kepada kita bahwa ilmu itu didapat melalui proses belajar dan bukan dengan pemberian ilmu yang tiba-tiba secara ghaib. Jadi kalau ada Ustadz yang diberitakan atau mengaku dapat ilmu mengobati orang sakit atau ilmu-ilmu lainnya tanpa proses belajar sebagaimana mestinya, maka anda harus waspada kepadanya, bisa jadi ilmunya itu dari para setan dari kalangan jin dan yang demikian ini jelas dilarang keras oleh agama. Dan berobat kepada orang yang demikian ini haram dan bila mempercayai berita-berita dia yang ghaib, amalan ibadahnya tidak diterima oleh Allah selama empat puluh hari. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam :
“Barangsiapa mendatangi orang yang dianggap punya ilmu ghaib kemudian menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang gaib kemudian membenarkannya, tidak akan diterima shalatnya empat puluh hari.” (HR. Muslim dalam Kitab Shahih nya)
'Arraf yang disebut di hadits ini menurut keterangan Ibnul Atsir dalam kitab beliau An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar jilid 3 hal. 218 menerangkan: “ `Arraf yang disebut di hadits ini adalah tukang nujum yang mengaku punya ilmu ghaib.”
Jadi Ustadz yang diberitakan kebanyakan orang punya ilmu ghaib atau bahkan mengaku demikian itu sangat dikhawatirkan termasuk ' arraf yang akan merusak nilai ibadah kita.
Adapun tentang orang yang sakit jiwa, dia mestinya diobati dengan dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an padanya, serta berusaha pula membawanya ke dokter ahli jiwa untuk mendapatkan pengobatan yang cukup. Ini adalah dalam rangka menyerahkan urusan tersebut kepada ahlinya.
Kemudian, berkenaan dengan apa yang disebut sebagai ruh yang gentayangan yang kadang menampakkan dirinya, sesungguhnya makhluk yang berbuat demikian ini adalah para jin jahat yang juga dinamakan setan.
Makhluk tersebut terus-menerus menakut-nakuti manusia dengan berbagai penampilan dan tingkah laku. Allah Ta'ala memperingatkan:
“Hanyalah setan itu menakut-nakuti kalian agar kalian takut kepada para kaki tangannya. Maka dari itu, janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah hanya kepada-Ku kalau kalian memang benar-benar sebagai orang-orang yang beriman.” ( Ali Imran : 175)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan bahwa jin itu bisa menyerupakan diri dalam bentuk orang yang sudah mati sehingga orang-orang yang tidak mengerti akan menyangka bahwa si mati itu datang lagi. Ini dilakukan oleh setan itu adalah dalam rangka mempermainkan orang-orang yang bodoh dengan berbagai kedustaan. Padahal orang yang telah mati, ruh dan jasadnya tidak akan kembali ke dunia selama-lamanya. (Lihat Daqaiqut Tafsir juz 3 hal. 135 – 146)
Tentang apakah jin jahat itu bisa mengganggu manusia sehingga membuatnya sakit, gila, atau bahkan membunuhnya, semua itu bisa terjadi dengan ijin Allah Ta'ala. Cara jin mengganggu manusia sehingga berakibat sakit, gila atau membunuhnya ialah antara lain dengan dua cara:
1). Jin jahat itu menyelinap pada tubuh manusia sehingga orang itu pun kesurupan. Dalam keadaan tidak sadarkan diri seperti itu, orang yang kesurupan itu menceburkan dirinya ke sumur dan menyebabkan kematiannya. Demikian antara lain cara jin jahat mengganggu atau membunuh manusia. Dengan cara ini pula jin jahat menyakiti atau menjadi sebab orang rusak akalnya sampai gila. Yang demikian itu telah terjadi di masa Rasulullah masih hidup sebagaimana diceritakan dalam riwayat berikut:
Dari Ya'la bin Murrah Ats-Tsaqafi, dia menceritakan bahwa seorang wanita datang menghadap Nabi shallallahu `alaihi wa sallam . Dia datang dengan membawa anaknya yang masih kecil dan terkena penyakit gila karena kesurupan. Maka Nabi menyatakan kepada anak kecil itu: “Keluarlah engkau musuh Allah! (Wahai jin yang ada pada anak ini), aku ini adalah utusan Allah.” Berkata Al-Manhal: Maka sembuhlah anak itu dari penyakit gilanya sehingga dia menghadiahkan kepada Nabi dua ekor kambing kibas dan sepotong susu kering dan samin. Berkata Ya'la: Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyatakan: “Ambil susu kering dan saminnya, ambil pula seekor kambingnya dan kembalikan kepadanya seekor yang lainnya.” (HR. Ahmad dalam Musnad nya jilid 4 hal. 171)

Riwayat yang semacam ini terdapat pula dalam Sunan Ibnu Majah jilid 2 hal. 1174 hadits ke 3548 dari Utsman bin Abil `Ash.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan: “Jin itu merasuki tubuh manusia karena tiga sebab:
a). Karena jin itu senang dengan orang tersebut sehingga masuk pada tubuh orang itu untuk bersenang-senang dengannya. Yang demikian ini paling ringan akibatnya dan paling mudah mengatasinya.
b). Karena manusia mengganggu jin itu ketika buang air kecil (kencing) mengenai mereka, atau karena menyiramkan air panas yang mengenai mereka pula, atau membunuh sebagian dari mereka, atau yang lain-lain dari bentuk-bentuk gangguan manusia kepada jin. Kesurupan yang demikian ini paling berat, dan banyak orang yang kesurupan dengan sebab ini terbunuh karenanya.
c). karena jin yang iseng (main-main dan tidak ada sebab apa-apa) sebagaimana anak manusia yang kurang akal mempermainkan orang yang dalam perjalanan jauh.” ( Daqaiqut Tafsir juz 3 hal. 137)
Dengan kenyataan demikian maka kita harus pandai-pandai melindungi diri dari gangguan jin dan satu-satunya perlindungan bagi kita adalah dzikrullah serta wirid-wirid pagi dan petang sebagaimana yang diajarkan Nabi kita.
2). Jin jahat menyerupakan dirinya sebagaimana binatang buas seperti ular dan sejenisnya. Yang demikian ini telah diberitakan oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:
“Sesungguhnya rumah-rumah penduduk ini ada juga penghuninya dari kalangan jin. Maka bila kalian melihat daripadanya dalam bentuk ular, maka beri peringatan tiga kali. Maka bila dia pergi dengan peringatan itu, biarkanlah dia. Tetapi bila tidak pergi, maka bunuhlah dia, karena dia itu jin kafir.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabul Hayawan bab Qatlul Hayyat wa Ghairiha dari Abi Said Al-Khudri hadits no. 5801)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan: Berkata para ulama: Maknanya ialah bahwa bila ular itu tidak pergi setelah diperingatkan tiga kali, kalian mendapatkan kepastian bahwa ia bukanlah jin penghuni rumahmu dan bukan jin Islam, bahkan ia adalah setan. Maka tidak ada halangan apa-apa bagi kalian dari agama. Oleh karena itu bunuhlah ia. Dan Allah tidak akan memberi peluang baginya untuk membalas kalian. Beda dengan keadaan jin penghuni rumah dan jin yang telah masuk Islam bila diperlakukan demikian. Wallahu a`lam .” ( Syarah Shahih Muslim juz 14 hal. 454).
Demikianlah dua cara jin jahat mengganggu manusia, yaitu dengan menyelinap pada tubuh manusia itu dan yang kedua dengan menyerupakan dirinya sebagai ular dan binatang berbahaya lainnya. Dan kita telah mendapatkan bimbingan dari agama untuk menghadapi kedua model gangguan jin jahat itu.
Adapun hukum bermain jelangkung yaitu menghadirkan jin dengan cara tertentu dan kemudian menanyainya berbagai masalah, maka yang demikian ini amat berbahaya bagi diri anda. Karena jin yang anda tanyai dalam apa yang dinamakan jelangkung itu tidak bisa dipastikan secara ilmiah apakah dia sebagai jin yang pantas dipercaya atau bukan. Dan anda bisa jadi diberi kabar dusta dan menyesatkan. Maka tinggalkan permainan yang mengandung resiko kesesatan dan kedustaan itu. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menasehati kita:
Adalah keindahan Islam seseorang ialah bila dia meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan nya)

Al Ustadz Ja'far Umar Thalib