Jumat, 01 Oktober 2010

Urgensi Menuntut Ilmu

Berikut Nasihat bagi kita, khususnya muslimah mengenai kebutuhan kita akan menuntut ilmu. Disalin dari Majalah As Sunnah Edisi 04 Tahun VI tahun 2002M/1423H.






Risalah untuk Saudariku Terkasih
Tentang Urgensi Menuntut Ilmu
Wahai ukhti muslimat?..Kembali, saya kemukakan nasehat yang utama bagi kalian. Yakni tentang perlunya semangat dalam menuntut ilmu dan tafaqquh fid-din. Mengingat ketidaksungguhan kalian dalam belajar. Bahkan saya melihat sebagian dari kalian berpaling dari menuntut ilmu. Dan ini merupakan satu keprihatinan tersendiri dalam benak saya. Oleh karena itu, Insya Allah saya akan menjelaskan dan menguraikan urgensi tholibul ilmi dari dalil-dalal Al-Qur`an, disertai ta`liq sederhana tentangnya.
Ukhti muslimah yang dirahmati-Nya, Allah Azza Wa Jalla telah banyak memaparkan pentingnya menuntut ilmu dalam deretan firman-Nya yang mengagumkan:

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran:18).
Berkata Imam Al Qurtubi Rahimahumullhu dalam tafsirnya, “Ayat ini adalah dalil tentang keutaman ilmu dan kemuliaan ulama. Seandainya ada orang yang lebih mulia dari ulama, sungguh Allah Azza Wa Jalla akan menyertakan nama-Nya dan nama malaikat-Nya. Allah Azza Wa Jalla berfirman juga kepada Nabi-Nya n tentang kemuliaan ilmu.”

“Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaahaa:114)
Maka seandainya ada sesuatu yang lebih mulia daripada ilmu, sungguh Allah Azza Wa Jalla akan memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan akan sesuatu itu, sebagaimana Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan Nabi -Nya untuk meminta tambahan ilmu.

“Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui” (QS. az-Zumar : 9)
Imam Al Qurtubi berkata, “Menurut Az-Zujaj, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui”

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”(Q.S al-Mujaadilah: 11)
Imam Al Qurtubi berkata, “Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Azza Wa Jalla akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Azza Wa Jalla memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Azza Wa Jalla akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah Azza Wa Jalla”

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya, hanyalah ulama.” (QS.al- Faathir: 28)
Ibnu Katsir berkata, “Maksud ayat di atas adalah, orang yang takut kepada Allah Azza Wa Jalla dengan benar hanyalah ulama yang mengenal-Nya, karena semakin mengenal Allah Azza Wa Jalla Yang Maha Agung, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mengetahui,Yang memiliki sifat kesempurnaan dan kebaikan, maka pengenalan, pengetahuan, dan ketakutan terhadap-Nya akan semakin sempurna.”

“Sesungguhnya al-Quran adalah ayat-ayat yang nyata dalam dada orang- orang yang diberi. Dan tidak mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang- orang yang dholim.” (QS. al-Ankabut: 49).
Ibnul Qoyyim berkata tentang ayat di atas, “Allah Azza Wa Jalla menyanjung ahli ilmu, memuji dan memuliakan mereka dengan menjadikan kitab-Nya sebagai ayat-ayat yang nyata/ jelas dalam dada mereka. Ini merupakan kekhususan dan kebaikan bagi mereka dan tidak bagi yang lainnya.”
Dan kata Imam Al Qurtubi , “Maksud ayat tersebut adalah, Al Qur`an bukanlah sihir atau syair, seperti yang dikatakan oleh orang-orang batil. Akan tetapi Al Qur`an adalah tanda dan dalil Allah . Dalam Al Qur`an agama dan segala hukum-Nya dapat diketahui. Seperti itulah al-Qur`an di dalam dada-dada orang yang diberi ilmu. Mereka adalah para sahabat Muhammad. Dan orang-orang yang beriman kepadanya. Mereka berilmu, mampu memahami dan membedakan antara kalamullah, perkataan manusia dan ucapan-ucapan setan.”

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu`min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(QS. At- Taubah: 122)
Imam Al-Qurtubi berkata, “Ayat ini merupakan pokok tentang wajibnya menuntut ilmu. Karena tidak seharusnya orang mukmin itu pergi ke medan perang semua, padahal Nabi tidak, sehingga mereka meninggalkan beliau sendiri. Mereka membatalkan keinginan mereka, setelah mengetahui tidak dibolehkannya pergi secara keseluruhan. Beberapa orang dari tiap-tiap golongan, agar tetap tinggal bersama Nabi untuk mempelajari agama. Sehingga apabila orang- orang yang berperang itu telah kembali, mereka bisa mengabarkan dan meyebarkan pengetahuan ilmu mereka. Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk memahami Al Kitab dan Sunnah. Dan kewajiban tersebut adalah kewajiban kifayah bukan wajib `ain”

Dan katakanlah:”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS. Thaahaa:114)
Berkata Ibnu `Uyainah, “Rasulullah senantiasa bertambah ilmunya sampai Allah Azza Wa Jalla mewafatkan beliau” Berkata Ibnul Qayyim, “Dengan hal ini cukuplah merupakan kemuliaan bagi ilmu, yaitu bahwa Allah Azza Wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan berupa ilmu”

“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An`am: 83)
Imam Al Qurtubi berkata, “Firman Allah Azza Wa Jalla, Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat yaitu dengan ilmu, kepahaman dan imamah (kepemimpinan) serta kekuasaan”

“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah Azza Wa Jalla sangat besar atasmu.” (QS. An Nisaa` :113)
Berkata Ibnul Qoyyim tentang ayat di atas, “Allah Azza Wa Jalla menyebutkan kenikmatan-kenikmatan dan karunia-Nya kepada Rasul dan Allah Azza Wa Jalla menjadikan kenikmatan dan karunia-Nya yang paling agung adalah memberinya Al Kitab dan hikmah serta mengajarkan kepadanya apa yang belum diketahuinya.”
Demikianlah Ukhti Muslimah, Semoga pemaparan saya kali ini bermanfaat bagi ukhti semuanya. Harapan saya semoga kita masih mendapat kesempatan untuk meniti ilmu-Nya yang maha luas. Amin

Dari Majalah As Sunnah Edisi 04 Tahun VI tahun 2002M/1423H

Diantara Yang termasuk Dalil Wajibnya Menuntut Ilmu Syar'i

Di dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 disebutkan:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kalian.”
As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya halaman 846 berkata: “Di dalam ayat ini terdapat keutamaan ilmu syar’i, dan buah dari ilmu itu adalah beradab dan beramal atas dasar ilmu tersebut.”
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
Artinya: ”Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya Al-Qur’an al Azhim, Juz IV, hal 324, mengatakan bahwa Allah SWT dalam ayat ini mendidik kaum muslimin agar bersikap baik satu sama lain di dalam majlis. Janganlah satu sama lain mempersempit tempat duduk, sehingga seolah-olah yang satu menghalangi keberadaan dan kehadiran yang lain dalam majlis.
Surat Al-Mujadalah:11 menerangkan tentang etika (sopan santun) bila berada dalam suatu majlis dan kedudukan orang yang beriman, serta orang yang berilmu pengetahuan.
Dalam buku pembelajaran Al-Quran Hadits (2007:5)dan Tafsir Al-Mishbah Volume 14 (2002:11), dijelaskan bahwa Surat Al-Mujadalah ini turun pada hari jum’at. Ketika itu Rasul berada di satu tempat yang sempit (Shuffah) dan menjadi kebiasaan bagi beliau memberikan tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Ketika majlis tengah berlangsung datanglah beberapa orang sahabat yang mengikuti perang Badr. Kemudian datang pula yang lainnya. Mereka yang baru datang memberi salam, dan Rasulpun serta sahabat menjawab salam tersebut. Tapi mereka yang telah datang lebih dahulu (yang sudah duduk) tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya, sehingga mereka yang baru datang berdiri terus. Maka Nabi SAW memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang tidak terlibat dalam perang Badr untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi SAW. Perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini yang digunakan oleh kaum munafik untuk memecah belah dengan berkata : ”Katanya Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi yang mendengar kritik itu bersabda: ”Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi sandaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di ataspun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu. Hal ini juga diperjelas dalam Asbabun nuzul (2001:549
Dalam hadits shahih juga ditegaskan:
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka Allah jadikan paham agama ini.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah dalam Fathul Bari juz 1 halaman 222 menjelaskan : “Dari hadits ini dapat dipahami, bahwa orang-orang yang tidak paham agama dan dasar-dasarnya, ia tidak akan mendapat kebaikan sedikitpun”.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah memahami hal ini, untuk itu mereka gigih dan bersemangat untuk mempelajari ilmu syar’i dan mengamalkannya dengan baik dan benar, mereka punya prinsip yang mantap dan mengagumkan, yakni Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal, untuk menggapai kemuliaan.
Rasulullah Saw., bersabda:


  • "Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam" (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
    Hadis tersebut  terdapat dalam beberapa kitab hadis berikut ini:

    • Sunan Ibnu Majah, Juz I, halaman 98, karya Imam Ibnu Majah Al-QazwiniQazwini, Muhammad bin Yazid (Ibnu Majah), Sunan Ibnu Majah, Beirut : Dar al-Fikr, juz I..
    • Mukhtarul Ahaditsin Nabawiyah, halaman 93, karya Sayid Ahmad Al-Hasyimi.
    • Al-Jami'ush Shaghir, Juz I, halaman 194, karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
    • As-Sirajul Munir, Juz II, halaman 416, karya Syekh Ali Al-Azizi.
    • At-Targhib wat-Tarhib, Juz I, halaman 96, karya Al-Hafizh Al-Mundziri
    •  
     Dalam kitab-kitab hadis yang telah kami kemukakan di atas tidak terdapat tambahan lafaz wa muslimatin setelah lafaz 'ala kulli muslimin.

    Bahkan dalam kitab-kitab Tasawuf dan Irsyad pun yang menyitir hadis tersebut antara lain:

    • Ihya Ulumuddin, Juz I, halaman 9, karya besar Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali
    • Tanbihul Ghafilin, halaman 115, karya Imam As-Samarqandi
    • Irsyadul 'Ibad, halaman 7, karya Syekh Zainuddin Al-Malibari

    tidak diteemukan tambahan wa muslimatin sebagaimana sering terdengar dari khotbah para mubalig dan para khatib. Mereka selalu menambahkan lafaz wa muslimatin yang artinya "menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan."

    Dalam kitab Ta'limul Muta'allim karya Syekh Az-Zarnuji, halaman 4, termaktub hadis Nabi itu sebagai berikut:

    "Rasulullah Saw. bersabda: Menuntut ilmu itu merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah."
    Seorang ulama ahli hadis dari Madinah, Imam Abdul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi, ketika mengomentari Hadis Riwayat Imam Ibnu Majah dan lain-lain dari Anas bin Malik tersebut dalam kitabnya Hasyiyah Sunan Ibnu Majah menyebutkan:

    "Sabda Nabi Saw. atas setiap muslim, artinya orang muslim yang telah akil balig, untuk mengecualikan orang muslim yang belum akil balig, yaitu anak kecil dan orang gila; dan yang dimaksud dengan kata-kata 'muslim' dalam hadis itu ialah orang (yang beragama Islam), maka mencakup kepada laki-laki dan perempuan." (Kitab Hasyiyah Sunan Ibnu Majah, Juz I, halaman 98-99)
    Selanjutnya pada juz I, halaman 99 dalam kitab tersebut beliau mengutip ucapan seorang kritikus hadis Imam As-Sakhawi:

    "Imam As-Sakhawi dalam kitabnya Al-Maqashid berkata: Ada sebagian pengarang kitab yang menambahkan lafaz "Wamuslimatin" di akhir hadis ini, padahal tidak terdapat dalam beberapa thariq (jalan) riwayat hadis, sekalipun benar kalau ditinjau dari segi makna."
    Dengan demikian, dapat kita pahami bahwa lafaz wamuslimatin dalam hadis itu bukanlah ucapan Nabi Saw., melainkan hanya tambahan dari pengarang kitab.
    Jadi menuntut ilmu itu hukumnya wajib, berdasarkan Hadis Nabi Saw. diatas yang berarti: "Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam yang akil balig, baik laki-laki maupun perempuan."

  • As-Sayid 'Alawi bin Ahmad As-Saqaf telah berfatwa:

    "Dan ketahuilah wahai saudaraku, bahwa yang paling wajib dan utama dalam masalah yang difardhukan ialah ilmu, dan yang paling besar dosanya dalam masalah pelanggaran yang diharamkan ialah kebodohan, dan kebodohan yang paling sesat ialah berbuat bodoh terhadap Allah, yaitu kufur" (Illajul Amradlir Radiyyah, halaman 9)
    Berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi serta fatwa ulama tersebut, jelaslah bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib. Berdosalah umat Islam yang tidak mau menuntut ilmu.



    "Imam Syafii (Rahimahullahu Ta'ala) berkata, "Barang siapa yang tidak cinta terhadap ilmu, maka tidak ada kebaikan padanya; dan janganlah di antara kamu dengannya terjalin hubungan intim dan tidak perlu kenal dengannya, sebab orang yang tidak mau belajar ilmu, tentu ia tidak akan mengetahui cara-cara beribadah dan tidak akan melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. Seandainya ada seseorang yang beribadah kepada Allah Swt. seperti ibadahnya para malaikat di langit, tetapi tanpa dilandasi dengan ilmu, maka ia termasuk orang-orang yang merugi." (Dikutip dari kitab 'Ilajul Amradlir Radiyyah, hamisy kitab 'Fawaidul Makkiyyah', halaman 14-15)